JAKARTA. Konsorsium PT Timah Tbk dan tiga BUMD di Bangka Belitung mesti bersabar lebih lama lagi untuk bisa menggarap areal tambang bekas lahan PT Koba Tin. Pasalnya, penetapan peralihan status lahan areal bekas kontrak karya (KK) menjadi wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) membutuhkan sejumlah aturan hukum yang kini masih disiapkan pemerintah. Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, meski pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77/2014 tentang perubahan ketiga PP Nomor 23/2010 mengenai pelaksanaan usaha pertambangan, ini belum cukup jadi legitimasi pengoperasian lahan eks Koba Tin. "Penetapan status harus dituangkan di keputusan menteri," kata dia, Selasa (18/11). Asal tahu saja, dalam PP Nomor 77/2014 di Pasal 75C menyebutkan, perusahaan tambang yang sudah habis jangka waktu operasi produksi ataupun telah dicabut izinnya, seluruh areal tambangnya dikembalikan ke Kementerian ESDM. Nantinya, menteri memiliki kewenangan untuk menetapkan lahan yang dikembalikan tersebut menjadi WIUPK atau wilayah pencadangan negara (WPN).
TINS & Pemda belum bisa garap lahan eks Koba Tin
JAKARTA. Konsorsium PT Timah Tbk dan tiga BUMD di Bangka Belitung mesti bersabar lebih lama lagi untuk bisa menggarap areal tambang bekas lahan PT Koba Tin. Pasalnya, penetapan peralihan status lahan areal bekas kontrak karya (KK) menjadi wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) membutuhkan sejumlah aturan hukum yang kini masih disiapkan pemerintah. Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, meski pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77/2014 tentang perubahan ketiga PP Nomor 23/2010 mengenai pelaksanaan usaha pertambangan, ini belum cukup jadi legitimasi pengoperasian lahan eks Koba Tin. "Penetapan status harus dituangkan di keputusan menteri," kata dia, Selasa (18/11). Asal tahu saja, dalam PP Nomor 77/2014 di Pasal 75C menyebutkan, perusahaan tambang yang sudah habis jangka waktu operasi produksi ataupun telah dicabut izinnya, seluruh areal tambangnya dikembalikan ke Kementerian ESDM. Nantinya, menteri memiliki kewenangan untuk menetapkan lahan yang dikembalikan tersebut menjadi WIUPK atau wilayah pencadangan negara (WPN).