TINS Raih Pinjaman Siaga Rp 3 Triliun



JAKARTA. PT Timah Tbk (TINS) meraih pinjaman siaga (standby loan) senilai Rp 3 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan dana karena ada perubahan tata niaga ekspor timah. Ini adalah konsekuensi atas penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 32/2013.

Beleid tersebut mewajibkan ekspor timah batangan dan bentuk lainnya harus melalui Bursa Timah Indonesia (INATIN). Ketentuan tersebut sudah mulai pada 30 Agustus 2013. Sementara, kewajiban mengekspor timah bentuk lainnya lewat INATIN baru berlaku 1 Januari 2015.

Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS menuturkan, Permendag 32/2013 tentu bakal menghambat eksportir kecil untuk mengekspor timah secara langsung. Di sisi lain, kondisi tersebut membuka kemungkinan bagi TINS menjalankan fungsi sebagai broker ekspor timah batangan. "Kami berjaga-jaga jika diminta pemerintah untuk menampung timah dari para eksportir kecil, makanya kami menyiapkan dana lewat pinjaman," papar Agung, Senin (9/9).


Sayangnya, Agung enggan membeberkan bunga maupun ketentuan detail standby loan tersebut. Ia hanya bilang, pinjaman siaga diperoleh dari sindikasi bank domestik dan luar negeri. TINS juga bisa mencairkan pinjaman itu kapan pun jika memang dibutuhkan.

TINS sangat mensyukuri kehadiran beleid pemerintah tersebut. Pasalnya, keinginan TINS untuk meningkatkan daya tawar dalam penentuan harga timah makin besar. Selama ini, harga timah terlalu dikendalikan asing terutama melalui Bursa Metal London (LME). Padahal, sekitar 80% kebutuhan timah dunia ditutupi dari Indonesia.

Berharap harga naik

Kondisi tersebut membuat harga jual timah yang diterima eksportir Indonesia, terutama TINS, selalu rendah. Di 2012 misalnya, harga jual rata-rata timah TINS hanya mencapai US$ 21.505 per ton. Harga tersebut turun 19,5% year-on-year (yoy).

Anjloknya harga timah membuat kinerja keuangan TINS terkoreksi. Tahun lalu, pendapatan TINS turun 10,59% yoy menjadi Rp 7,82 triliun. Bahkan, laba bersih TINS di 2012 hanya Rp 431,6 miliar, anjlok 51,87%.

Sukrisno, Direktur Utama TINS menyatakan, perusahaan terus membatasi penjualan timah agar harga jual bisa terdongkrak. Hingga akhir 2013, TINS hanya akan menjual 28.000 ton logam timah, lebih rendah 19,85% dari tahun lalu mencapai 34.934 ton. "Harapannya, harga jual timah bisa naik mencapai US$ 25.000 per ton pada akhir tahun ini," ujar Sukrisno.

Reza Nugraha, analis MNC Securities bilang, TINS sudah seharusnya mengerem volume penjualan demi mendapatkan harga yang lebih baik. Apalagi, TINS merupakan pemain utama dalam ekspor logam timah dunia. "Sehingga memperbaiki kinerja keuangan TINS yang sempat turun tajam tahun lalu," ujar dia.

Prospek kenaikan harga timah yang lumayan kuat menjadi sentimen positif pada saham TINS. Reza merekomendasikan beli saham TINS dengan target harga Rp 1.800 per saham. Senin (9/9), harga TINS ditutup naik 8,28% ke Rp 1.570 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana