TINS siap bikin pembangkit dari bahan bakar torium



JAKARTA. PT Timah Tbk akan melakukan ekspansi bisnis ke sektor kelistrikan. Namun, perusahaan pelat merah itu tak akan memakai bahan bakar batubara maupun gas, tetapi memakai bahan bakar torium. 

Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS menyatakan, bahwa saat ini proyek tersebut menjadi proyek jangka panjang. Perseroan ini menargetkan proyek baru akan berjalan pada tahun 2024. Secara teknis, proyek tersebut membutuhkan dana investasi lebih Rp 1 triliun dan belum ditentukan berapa kapasitas  daya yang akan dibangun. 

Yang jelas, nantinya proyek tersebut akan ditawarkan kepada calon investor untuk mau bergabung menggarap hal itu. PT Timah yakin bahwa proyek tersebut nantinya bakal berjalan mulus.


Keuntungan dari pengembangan pembangkit listrik menggunakan torium adalah efisiensi, sebab 1 ton torium akan menghasilkan 1.000 Megawatt (MW). Selain itu, penggunaan bahan bakar Torium juga bebas dari perjanjian poliferasi dan limbahnya dapat dimanfaatkan hampir seluruhnya.

Hal ini tentu akan sangat efisien secara cost operational yang tentunya akan lebih menguntungkan bagi investor. "Proyek itu bisa saja joint venture, kami usahakan skemanya seperti itu," ujarnya di Jakarta, Kamis (8/4).

TINS juga tengah berfokus pada penyediaan bahan baku dan supply Torium tersebut. Proses recovery torium pada plant terpisah sudah dimulai pada tahun ini, dengan peningkatan menjadi kadar kemurnian yang tinggi. "Saat ini kami sudah mengembangkan mini plant dari torium," kata dia. Namun memang pembangkit tersebut belum bersifat komersial.

Proses recovery secara besarnya baru akan dimulai pada tahun 2017 yang akan digunakan untuk kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik. Belum jelas siapa pihak yang diajak kerjasama nantinya, namun dirinya optimistis bahwa proyek jangka panjang ini akan berhasil.

Selain pembangkit listrik dari torium yang masih menunggu izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), TINS juga akan memasuki bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakar batubara di Bangka Belitung.

Langkah ekspansi ke kelistrikan merupakan antisipasi dari lesunya bisnis timah. Tahun ini saja, TINS hanya menargetkan produksi timah sebanyak 24.000 ton hingga 27.000 ton. Walaupun dalam beberapa minggu terakhir harga timah mengalami kenaikan namun selayaknya harga komoditas, masih amat bergantung dengan kondisi global. Saat ini, secara rerata harga jual timah TINS sudah berada di level US$ 16.000 per metric ton (mt).

Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama TINS mengatakan bahwa tahun ini pihaknya menargetkan pendapatan sebesar Rp 7 triliun, sebabnya harga timah saat ini  US$ 17.480-US$ 18.255 per ton di LME pada 3 Agustus 2016 dari sebelumnya hanya US$ 13.800 per ton pada Januari 2016. Apalagi saat ini seluruh produksi TINS sudah terintegrasi dan tidak lagi impor bahan baku dari luar negeri.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini