JAKARTA. PT Timah, Tbk (TINS) mulai berhati-hati menyikapi penurunan harga komoditas. Produsen timah pelat merah ini akan menghentikan penjualan timah di pasar spot hingga harga timah pulih. Hal ini demi mengantisipasi bengkaknya kerugian. TINS akan kembali menjual timah di pasar spot jika harganya kembali ke level ideal, yakni sebesar US$ 20.000 per metrik ton. Berdasarkan data Bloomberg, akhir pekan lalu kontrak pengiriman timah tiga bulan di London Metal Exchange (LME) di US$ 18.275 per metrik ton.
Penurunan harga timah di bawah US$ 20.000 per metrik ton terjadi sejak awal tahun 2015. Sejak itu pula, TINS mulai mengerem penjualannya di pasar spot. Kendati harga timah jauh di bawah harga ideal, TINS tidak menghentikan semua penjualan. Penjualan yang dihentikan hanyalah penjualan baru. TINS tetap melakukan aktivitas pertambangan dan ekspor sesuai kontrak yang sudah ada. "Harga timah sudah jauh di bawah ekspektasi. Namun, untuk penjualan yang sudah terikat kontrak, akan tetap kami lakukan. Hanya saja tidak melakukan penjualan baru," papar Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan TINS kepada KONTAN, Ahad (15/2). Menurut Agung, saat ini moratorium kurang tepat. Pasalnya, penurunan harga komoditas kali ini hanya situasional. Artinya, TINS masih berharap harga timah segera pulih. Penghentian penjualan baru ini jelas berdampak terhadap target penjualan TINS. Agung menjelaskan, penjualan sesuai kontrak hanya 45% dari total penjualan TINS. "Sehingga, ada dampak ke target penjualan dan cash flow," kata Agung. Tapi dia belum bisa mengkalkulasi efek penghentian penjualan baru terhadap kinerja TINS. Sejauh ini, TINS belum merevisi target penjualan dan ekspansinya. Prospek TINS TINS mengalokasikan belanja modal Rp 1,1 triliun untuk mendorong produksi. Emiten ini ingin mempertahankan produksi tahun ini 25.000-30.000 ton. Meski tetap mengeksplorasi, TINS kini fokus pada efisiensi. Dengan begitu, TINS berharap margin laba bersih bisa lebih stabil, meski harga komoditas turun. Keputusan TINS menghentikan penjualan di pasar spot di tengah penurunan harga komoditas dianggap positif. Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities, menilai, saat ini harga timah memang terus merosot. Sebagai produsen timah terbesar di Indonesia, TINS bisa menghentikan penjualan baru demi menurunkan stok di pasar. Dengan begitu, harga timah bisa kembali pulih. Mengurangi penjualan pernah dilakukan TINS tahun lalu dan ternyata berefek positif. Menurut Edwin, mengurangi stok di pasar merupakan strategi TINS untuk menghemat biaya produksi dan memulihkan harga. Suplai timah saat ini pun dalam level aman. Meski menghentikan penjualan, TINS tetap bisa mempertahankan pertumbuhan pendapatan 15% di tahun ini. Penghentian penjualan hanya sementara.
Di sisi lain, arus kas TINS akan lebih baik. "Penurunan harga ini sepertinya tidak akan berlangsung lama. Jadi pengaruhnya ke kinerja justru menjadi bagus," tutur Edwin. Edwin masih merekomendasikan buy TINS dengan target harga wajar Rp 1.570 per saham. Harga saham TINS, Jumat (13/2), menurun 0,93% menjadi Rp 1.070 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto