Tips Investasi ala Noviady Wahyudi, Konsisten Berinvestasi Sejak Muda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Melakukan investasi dibutuhkan ketekunan dan konsistensi agar bisa menghasilkan imbal hasil yang memuaskan. Hal itulah yang menjadi kunci utama bagi Noviady Wahyudi dalam berinvestasi sejak awal meniti karier saat masih muda dulu.

Direktur Consumer Banking PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) itu mengaku sudah tidak asing dengan dunia investasi, bahkan sebelum menginjak bangku kuliah.

“Saat SMA, saya belajar tentang menabung dan membuka deposito. Bank yang saya pilih saat itu adalah Bank Niaga, karena saat itu bayar sekolahnya lewat bank itu juga,” ujarnya kepada Kontan beberapa waktu lalu.


Deposito saat itu dipilih lantaran jenis instrumen pengembangan dana pada periode 1980-an belum terlalu banyak. Noviady lalu mulai mengenal instrumen reksadana sekitar tahun 1999. Kala itu, dia baru saja memulai kuliah di National University of Singapore.

Noviady membuka rekening reksadana pertamanya di Schroders saat masih di Singapura. Modal awal yang dia keluarkan untuk membuka rekening reksadana pertamanya hanya S$ 100.

“Waktunya juga pas, karena saat itu baru terjadi krisis moneter di sejumlah negara Asia. Saya ambil jurusan Finance, sehingga ilmu itu bisa membuat saya mendapatkan imbal hasil yang baik,” ungkapnya.

Baca Juga: 5 Tips Parenting Ala Bill Gates Agar Anak Tumbuh dengan Baik dan Sukses

Strategi investasi jangka panjang

Perspektif jangka panjang selalu ditekankan Noviady dalam memilih instrumen dan strategi investasi. Hal itu bahkan dia sampaikan ke orang-orang terdekatnya. Alasannya, waktu semua orang pasti terbatas lantaran kesibukan berkarier dan menyisihkan waktu dengan keluarga.

Di sisi lain, pemahaman terkait produk investasi serta imbal hasil dan risikonya juga perlu dikuasai. Pemilihan aset investasi juga harus disesuaikan dengan tahap hidup dan batas pengetahuan masing-masing individu.

Misalnya, saat masih muda, instrumen deposito bisa dipilih lantaran minim risiko dan aman. Modal awalnya pun tidak terlalu besar. Menua sedikit, instumen reksadana dan obligasi bisa dipilih karena risikonya masih rendah, tetapi imbal hasilnya sudah mulai lebih baik.

“Instrumen reksadana itu secara tidak langsung kita dapat bantuan dari manajer investasi. Jadi, yang mengelola portofolionya itu mereka. Mutual fund juga memungkinkan kita dapat barang blue chip dengan harga yang lebih murah,” kata Noviady.

Sepanjang waktu berjalan, penghasilan dan risk appetite lulusan Administrasi Bisnis Universitas Indonesia tahun 1997 itu pun bertambah.

Alhasil, dia mulai melakukan diversifikasi ke sejumlah instrumen lainnya, seperti saham. Hal itu juga didorong dengan akses dalam berinvestasi yang semakin mudah melalui aplikasi di telepon genggam.

“Tapi, saya juga melakukan investasi di aset fisik, seperti dalam bentuk properti, emas, dan mata uang,” ungkapnya.

Noviady juga tak lagi melihat instrumen investasi sebagai alat untuk menciptakan kekayaan, tetapi juga untuk mempertahankan kekayaan. Dia melihat, instrumen investasi yang dipilih juga harus bisa diwariskan kepada generasi penerusnya.

“Saya sudah menyiapkan warisan untuk kedua anak saya yang masih kecil. Salah satunya juga dalam bentuk asuransi,” tuturnya.

Baca Juga: Wamenkeu Ajak Anak Muda Tingkatkan Literasi Keuangan dan Investasi Sejak Dini

Tak lagi pegang deposito

Secara rinci, saat ini aset investasi Noviady sebesar 40% properti, 40% obligasi, serta 20% sisanya adalah kombinasi saham, reksadana, dan kas. Dia sudah tak lagi memegang aset deposito dan menggantinya dengan obligasi pemerintah lantaran memiliki imbal hasil dan profil risiko yang mirip.

Komposisi tersebut diakui tidak statis dan bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhannya di masa mendatang. Yang jelas, Noviady menekankan pemilihan instrumen investasi yang bisa untuk menyimpan dana dalam waktu yang lama. Dia juga tidak membeli saham untuk tujuan trading dan cenderung menerapkan strategi buy on weakness untuk emiten-emiten pilihan berkinerja baik.

“Saham yang lagi koreksi itu saya beli saat koreksi, lalu saya hold. Ini juga salah satunya karena saya tidak terlalu punya banyak waktu untuk ruti cek portofolio,” katanya.

Sejak mulai memiliki pengetahuan yang cukup di dunia investasi, pria yang sudah berkarier selama 13 tahun di CIMB Niaga itu memiliki toleransi penurunan nilai aset sampai 20%. Hal itu lantaran dana yang digunakan untuk investasi sudah dipisahkan dari dana tabungan dan arus kas utama.

Strategi itu dinilai memiliki resiliensi yang tinggi di tengah krisis. Noviady mempelajarinya sejak akhir periode 1990-an. Sebagai gambaran, setidaknya sudah terjadi tiga krisis utama sejak akhir 1990-an hingga hari ini, yaitu krisis moneter di tahun 1997-1998, krisis properti di Amerika Serikat (AS) tahun 2008, dan krisis saat Pandemi Covid-19 di tahun 2020-2021.

“Terjadinya krisis itu sebenarnya bisa menciptakan kesempatan yang bagus. Saya memanfaatkan lewat strategi dollar cost averaging dan melakukan pembelian aset yang melawan arus pasar kala krisis yang cenderung jual-jual,” ungkapnya.

Baca Juga: Bukan Beli Saham, Ini Strategi Investasi ala Warren Buffett

Kuncinya disiplin

Meskipun begitu, bukan berarti Noviady tak memiliki pengalaman rugi. Dia berinvestasi di salah satu perusahaan teknologi di Indonesia. Jika kepemilikannya itu dijual hari ini, kerugiannya bisa mencapai 30%.

Meskipun portofolionya di perusahaan itu masih merah, tetapi dia masih memilih untuk mengoleksi sahamnya. Alasannya, karena dia percaya dengan kinerja perusahaan tersebut dalam jangka waktu yang panjang.

“Saya juga beli obligasi dolar AS. Saat terjadi koreksi currency juga saya justru melakukan pembelian secara bertahap dengan tetap melihat kinerja historis dan potensi kupon,” tuturnya.

Lulusan Master of Business Administration dari National University of Singapore tahun 2001 itu pun menyarankan kepada investor lain untuk berinvestasi dengan cara memilih banyak kantong serta dilakukan secara konsisten dan bertahap.

“Kuncinya ada di diversifikasi aset instrumen dan disiplin menyisihkan dana layaknya menabung. Berinvestasi itu bukan di seberapa besar dana yang ditaruh,” paparnya.

Senang main dan nonton basket

Di luar aktivitasnya di CIMB Niaga, Noviady mengaku senang berolahraga, terutama basket. Pada saat SMA, dia ikut klub basket di sekolah dan sering mengikuti pertandingan antartim. Dia bahkan juga sempat bertanding di Singapura, Hong Kong, dan Filipina.

Namun, Noviady tak lagi serius menggeluti olahraga basket sejak masuk kuliah. Di umurnya saat itu dia ada di persimpangan apakah harus serius menjadi atlet basket dan masuk ke liga profesional atau fokus menempuh dunia akademis.

“Saya pun saat itu memilih untuk fokus sekolah. Basket pun akhirnya tak lagi menjadi hal yang utama, tetapi hanya menjadi hobi,” ungkapnya.

Meskipun sudah tak mengikuti liga profesional kala itu, Noviady tetap rutin bermain basket. Sampai akhirnya dia mengalami cidera dan tak lagi rutin menjalani hobinya itu. Sekarang, hobi basket itu pun diturunkan ke anak-anaknya.

“Namun, di waktu senggang, masih bermain basket sampai sekarang. Di kantor juga kami punya aktivitas, salah satunya klub basket. Saya pembina untuk tim basket CIMB Niaga,” tuturnya.

Baca Juga: Wajib Tahu, Ini 5 Tips Membuat Anak Jadi Punya Kegemaran Membaca Sejak Kecil

Tak hanya sekadar aktivitas, Noviady mengaku belajar banyak dari basket. Misalnya, cara bekerja sama dan pengalaman berkompetisi. Dia pun melepas rindunya bermain basket dengan mengikuti pertandingan informal.

Dia pun menjagokan tim Prawira Harum Bandung dan Satria Muda Pertamina yang bermain di Indonesian Basketball League (IBL). Sementara, dia menjagokan klub Golden State Warriors di NBA.

“Pemain basket yang saya idolakan sejak dulu itu Michael Jordan. Alasannya, dia sangat gigih untuk memenangkan pertandingan, meskipun dalam kondisi cidera sekalipun semangatnya untuk menang masih tinggi,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat