Titah RUU Omnibus Law Keuangan, OJK Bakal Punya Kepala Pengawas Baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri asuransi maupun dana pensiun yang beberapa waktu belakangan mengalami banyak masalah tampaknya menjadi perhatian baru dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Dalam draft RUU P2SK yang diterima KONTAN, untuk bagian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ada beberapa pasal yang diubah, terutama terkait adanya dua fungsi kepala pengawas baru yang juga menjadi anggota dewan komisioner OJK.

Pertama, fungsi kepala eksekutif pengawas perasuransian dan dana pensiun yang sebelumnya menjadi satu dalam fungsi kepala eksekutif pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Kedua, ada fungsi baru terkait  Kepala Eksekutif Pengawas bidang penegakan hukum.


Dua fungsi kepala pengawas baru ini pun juga menghilangkan dua fungsi kepala pengawas yang sebelumnya ada, antara lain anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.

Baca Juga: OJK Berpeluang Memperpanjang Restrukturisasi Covid-19, Tapi..

Adapun, RUU P2SK ini telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada September lalu untuk menjadi RUU usul DPR-RI. Selanjutnya, proses yang akan dilakukan ialah pembicaraan tingkat pertama.

“Tunggu Surat Presiden (surpres) untuk dimulai pembahasan tahap I di panja RUU,” ujar anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno kepada KONTAN, Senin (3/10)

Oleh karenanya, Hendrawan tak bisa memastikan kapan pembahasan tersebut dimulai atau selesainya pembahasan tersebut. “Kita tunggu saja prosesnya,” imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara membenarkan bahwa memang ada pasal-pasal yang terkait penugasan baru tersebut. Oleh karenanya, saat ini pihaknya tengah menyiapkan usulan-usulan maupun tanggapan untuk nantinya didiskusikan bersama DPR RI.

“Kami membaca pasal-pasal terkait OJK dan kami diskusikan juga dengan pemerintah dan nantinya ada tanggapan juga dari OJK,” ujar Mirza.

Di sisi lain, Mirza menjelaskan bahwa saat ini OJK secara internal juga sedang memperbaiki proses bisnis yang lebih efisien. Ditambah, memperkuat SDM, organisasi dan sistem informasi.

Sementara itu, adanya fungsi kepala pengawas baru untuk industri perasuransian dan dana pensiun ini disambut baik oleh para asosiasi. Mengingat, aset asuransi dan dana pensiun saat iin memang tergolong besar di IKNB sehingga perlu pengawasan khusus.

Baca Juga: Waspada! OJK Ingatkan Lembaga Jasa Keuangan untuk Cermati Risiko NPL Kredit Valas

Hingga Juli 2022, aset industri asuransi termasuk asuransi umum, asuransi jiwa, reasuransi, dan asuransi sosial telah mencapai Rp 1.692 triliun. Angka tersebut mengalami kenaikan 13,48% dari periode sama tahun lalu.

Untuk industri dana pensiun, OJK mencatat aset neto dana pensiun per Juli 2022 senilai Rp 331,72 triliun. Sebagai perbandingan, pada periode sama tahun lalu, aset neto dana pensiun senilai Rp 319,9 triliun.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto melihat fungsi baru ini dapat membuat pembinaan dan pengawasan terhadap sektor asuransi akan bisa menjadi lebih fokus.

Menurutnya, selama ini di IKNB sendiri terdiri dari banyak sektor sehingga kadang ada aturan yang bisa membantu salah satu sektor tersebut, namun belum tentu bisa di terapkan pada sektor yang lain.

“Sehingga tidak bisa mengadopsi one fits all,” ujarnya.

Meskipun dinilai dapat memperkuat pengawasan, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menyebutkan bahwa yang perlu menjadi perhatian selanjutnya ialah orang yang bakal menduduki jabatan tersebut.

Togar pun berharap orang yang  akan menjabat sebagai kepala eksekutif pengawas asuransi dan dana pensiun benar-benar memahami betul bisnis di dua sektor ini.

Baca Juga: OJK Nilai Perkembangan Sektor IKNB Makin Membaik

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi juga menambahkan kalau pemecahan itu hanya untuk jabatan dan perannya jadi tidak efektif, maka sebaiknya diurungkan adanya fungsi baru tersebut

“Jika peran itu tidak efektif menurut saya tidak usah dipecah. Dapen itu sebetulnya sangat tergantung dari pendirinya, bila pendirinya sehat keuangannya pasti dapennya sehat,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari