JAKARTA. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memprotes keras Pemerintah Taiwan. Pasalnya, pemerintah Taiwan mengizinkan TKI bekerja pada sektor domestik yang harus merawat orangtua lanjut usia dengan gangguan jiwa alias gila. Protes keras ini disampaikan unsur delegasi dari BNP2TKI kepada Pemerintah Taiwan, saat berlangsung pertemuan tahunan ketujuh Indonesia-Taiwan yang berlangsung pada 28 sampai 29 November 2013 di Taipei, Taiwan mengenai TKI.
Deputi Penempatan BNP2TKI, Agusdin Subiantoro di Taipei, Sabtu (30/11/2013), menyatakan pihak Taiwan yang diwakili Kementerian Tenaga Kerja (Council Labor Affairs), memberi komitmen untuk melarang TKI sebagai perawat orangtua gila di keluarga tempatnya bekerja. "Pelarangan itu akan ditegaskan dan diberlakukan terhadap kalangan agensi penyalur TKI di Taiwan," ujar Agusdin dalam rilis BNP2TKI yang diterima Tribunnews.com di Jakarta, Minggu (1/12/2013). Agusdin mengatakan, meski pekerjaan TKI sektor rumah tangga di Taiwan menangani pengasuhan lansia. Namun, mereka tidak pernah dipersiapkan guna merawat orangtua terkena gangguan jiwa selama melakukan tugas-tugasnya. "Kalau untuk perawatan gangguan jiwa, tentu harus diserahkan ke rumahsakit dan bukan menjadi tanggungjawab TKI," tegasnya. Menurut Agusdin, selain tidak terlatih mengatasi problem kejiwaan, para TKI sesuai kontrak tak disebutkan untuk keperluan perawatan aspek gangguan jiwa, kecuali hanya mengasuh para orangtua lansia di masing-masing keluarga pengguna (majikan). BNP2TKI mendapatkan laporan adanya TKI korban penganiayaan majikan orangtua lansia yang sebenarnya mengidap gangguan jiwa. Di antaranya TKI Puji Astuti asal Ponogoro, Jawa Timur. Puji bekerja di kawasan Distrik Sanchong diberangkatkan PT GSA, perusahaan jasa TKI dari Jawa Timur. "Puji masuk ke Taiwan pada 26 Februari 2012, dan menyampaikan bahwa nenek yang diasuhnya sering memukul, menjambak rambut, dan bahkan terbiasa mencakar dirinya," ungkapnya. Puji sendiri, kini berada dalam penampungan TIWA (Taiwan International Worker Association), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif mengupayakan perlindungan berikut pembelaan hak-hak buruh migran asal berbagai negara di Taiwan. Di luar Puji, sebut Agusdin, masih ada TKI lain yaitu Tri Gunawati dengan nomor paspor AS 497858 dan bekerja di Jalan Xinxi No 114-2, Distrik Keelung, yang mengalami pula kasus serupa. Tri ditempatkan oleh agensi Taiwan, Daran Manpower Services. Ia menambahkan, sejauh ini jumlah keberadaan TKI di Taiwan secara keseluruhan mencapai 209.000-210.000. Sekitar 80 persen jumlah itu merupakan TKI sektor rumah tangga atau pelayan lansia dan mendapatkan gaji bulanan 15.840 NT. Namun demikian, untuk mereka yang mengalami perpanjangan kontrak 2-3 tahun berikutnya, pemerintah Indonesia telah menetapkan kenaikan gajinya sebesar 19.047 NT, karena memperhatikan pengalaman para TKI rumah tangga yang sudah bekerja di Taiwan melalui kontrak kerja tahap pertama dalam tiga tahun.
Dalam pertemuan selama dua hari itu, membahas pelayanan penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja di Taiwan. Hal ini, baik TKI rumah tangga pengasuh lansia, maupun bagi TKI di sektor manufaktur (pabrikan) termasuk permasalahan TKI Anak Buah Kapal (ABK) untuk kapal-kapal tangkapan ikan. Pada pertemuan tahunan ke 7 ini, delegasi Indonesia dipimpin Kepala BNP2TKI, Moh Jumhur Hidayat dengan sejumlah anggota yang juga berasal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta perwakilan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Taiwan. Sedangkan delegasi Taiwan yang diketuai Menteri Tenaga Kerja, Pan Shih-Wei meliputi para pejabat di lingkungan kementeriannya, dan melibatkan anggota instansi resmi Taiwan lainnya. (Yogi Gustaman) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan