TKI yang bermigrasi hadapi kendala prosedur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Migrasi dalam kawasan ASEAN meningkat tajam dalam periode tahun 1995 hingga 2015. Indonesia merupakan negara kedua terbesar yang mengirim tenaga kerja ke kawasan ASEAN.

Berdasarkan laporan World Bank (Bank Dunia), Indonesia menyumbang 18% tenaga kerja di ASEAN pada tahun 2015. Negara pengirim tenaga kerja terbanyak adalah Myanmar sebesar 33% yang menempati posisi pertama. Sementara Malaysia ada di posisi ketiga atau sebesar 17%.

Ekonom Bank Dunia untuk Perlindungan Sosial dan Praktik Kerja Global, Mauro Testaverde mengatakan, meski demikian, para tenaga kerja yang bermigrasi tersebut masih menghadapi beberapa hambatan. Di antaranya biaya keseharian yang justru lebih mahal dari upah tahunan, biaya mengurus dokumen, hingga kebijakan pemerintah setempat.

"Di manapun para pekerja ingin bermigrasi di kawasan ASEAN, mereka menghadapi biaya mobilitas beberapa kali lipat dari upah rata-rata tahunan. Perbaikan dalam migrasi dapat meringankan biaya bagi calon pekerja asing tersebut," katanya melalui conference call di Kantor Bank Dunia, Jakarta, Senin (9/10). 

Bank Dunia memaparkan, kebanyakan para pekerja tersebuAt memiliki keterampilan rendah dan sering tidak memiliki dokumen resmi, sehingga penghasilannya rendah, seperti pekerja di sektor konstruksi, perkebunan, dan jasa rumah tangga.

Masyarakat Ekonomi ASEAN sendiri telah mengambil langkah-langkah untuk menghadapi hal ini. Namun peraturan hanya mencakup profesi yang memiliki keterampilan tinggi – dokter, dokter gigi, perawat, insinyur, arsitek, akuntan, dan tenaga kerja pariwisata. Ini hanya mencakup 5% pekerjaan di kawasan ini.

Padahal, mobilitas tenaga kerja bisa memberi dampak yang signifikan bagi prospek ekonomi, karena migrasi dapat memberi kesempatan kepada individu dari negara-negara berpenghasilan rendah untuk meningkatkan pendapatan mereka.

Bank Dunia memperkirakan, pengurangan hambatan mobilitas akan meningkatkan kesejahteraan pekerja sebesar 14% jika hanya mengikutsertakan pekerja berketerampilan tinggi, dan 29% jika mencakup semua pekerja. Indonesia, sebagai negara pengirim, menurut Bank Dunia, dapat meningkatkan koordinasi antar instansi terkait dan merampingkan prosedur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini