KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hilirisasi merupakan salah satu dari 17 program prioritas pemerintahan Prabowo sebagai upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan efek ganda lainnya. Ferry Latuhihin, Ekonom Dewan Pakar TKN Prabowo Gibran mengatakan, kebijakan hilirisasi penting karena untuk menghasilkan produk bernilai tambah lebih. Dengan demikian, produk Indonesia bisa lebih kompetitif karena tak hanya berupa barang baku mentah yang dihasilkan.
Baca Juga: Kebijakan Hilirisasi Pemerintahan Prabowo Harus Kedepankan Demokrasi Ekonomi "Dari hilirisasi juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara, sekaligus menggejot penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak," katanya saat berbincang dengan KONTAN, Kamis (17/10/2024). Menurut Ferry, hilirsasi yang dijalankan pemerintahan Prabowo dari mulai tambang, produk agro hingga kelautan atau maritim. Tapi seyogianya yang harus terus digenjot adalah hilirisasi non tambang, karena potensinya juga sangat besar. Untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, Indonesia jangan tergantung pada produk pertambangan. Potensi ekonomi dari produk agro dan kelautan Indonesia juga sangat besar namun belum optimal dimanfaatkan bagi keadilan ekonomi seluruh rakyat Indonesia.
Baca Juga: Hilirisasi Rumput Laut Jadi Program Prioritas Pemerintahan Prabowo Di sisi lain, hilirisasi dan industrialisasi sektor agro dan kelautan tidak mengundang dampak negatif atau merugikan masyarakat seperti hilirisasi nikel yang mengundang polemik. "Kita harus belajar dari pengalaman kekagalan hilirisasi nikel. Sehingga, ke depan harus hati-hati lagi karena akibat hilirisasi nikel yang salah dari awal maka terjadi kerusakan lingkungan sangat parah, menghasilkan emisi karbon yang pada akhirnya merugikan masyarakat," sebut Ferry. Kebijakan hilirisasi nikel yang dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggapp salah dari awal. Ferry bilang, salahnya tidak didukung dengan man power yang benar. Akibatnya, banyak smelter nikel yang dibangun dan dimiliki oleh perusahaan asing. Semestinya, pengolahan nikel ini dilakukan oleh BUMN atau konsorsium perusahaan negara.
Baca Juga: Kelapa Hingga Rumput Laut Akan Jadi Fokus Hilirisasi Pemerintahan Prabowo Tak pelak, keuntungan malah mengalir deras ke luar negeri, sedangkan masyarakat terdampak kerusakan lingkungannya seperti yang terjadi di Sulawesi akibat abai aspek lingkungan atau ESG (
environmental, social, dan
governance). "Negara juga kehilangan potensi pendapatan karena perusahaan asing diduga melakukan penghindaran pajak melalui skema transfer pricing," bebernya. Berkaca dari kebijakan nikel, Ferry bilang, hilirisasi untuk sentor tambang harus hati-hati, jangan serampangan karena berdampak luas. "Ini pendapat saya secara pribadi, bukan TKN, sebaiknya hilirisasi nikel tidak dilanjutkan atau moratorium dulu," tandasnya. Hilirisasi nikel dari pertambangan sampai ke pabrik pengelolaan menyebabkan masyarakat kehilangan ruang hidup, ganggu kesehatan, deforestasi, pencemaran lingkungan, hingga berisiko memperparah krisis iklim.
Baca Juga: Smelter Freeport Terbakar, Target Produksi Meleset Laporan
Climate Rights International (CRI) yang rilis Januari lalu memperlihatkan berbagai dampak dari pertambangan nikel sampai ke kawasan industrinya di Halmahera, Maluku Utara.
CRI mengambil studi kasus di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan tambang nikel sekitar pulau itu. Industri nikel di Halmahera, merupakan penyebab utama deforestasi dan kehilangan keanekaragaman hayati. Setidaknya, 5.331 hektare hutan tropis terbabat dalam konsesi pertambangan nikel di Halmahera hingga melepas 2,04 metrik ton gas rumah kaca (CO 2 e) yang sebelumnya tersimpan di hutan itu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto