JAKARTA. Anjloknya harga batubara di pasar internasional memukul para produsen batubara. Tak terkecuali emiten baru penghuni Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Toba Bara Sejahtra Tbk (TOBA). Berdasarkan laporan keuangan 2012, laba bersih perusahaan ini di tahun lalu turun 859% menjadi US$ 12 juta. Ini akibat harga jual batubara yang turun dan efisiensi bisnis yang kurang maksimal. Karena itu, TOBA berupaya meminimalisasi pengeluaran di tahun ini. Sekretaris Perusahaan TOBA, Perry Slangor menjelaskan, ada tiga strategi yang akan TOBA lakukan.
Pertama, TOBA akan membangun jalur khusus pengangkutan batubara alias hauling road. Jalan tersebut untuk memudahkan pengangkutan batubara dari tambang milik anak usaha TOBA, yakni PT Trisensa Mineral Utama (TMU). Pembangunan jalur khusus ini, akan menghemat biaya transportasi sekitar US$ 5 hingga US$ 10 per ton. Pengeluaran TMU untuk angkut memang cukup besar karena selain jauh, perusahaan ini juga masih menggunakan jasa pihak ketiga. "Rencanannya proyek akan berjalan pada kuartal II-2013," ujar dia, Jumat (12/4). Kedua, Toba Bara akan membangun coal processing plant (CPP) pada awal semester II-2013 untuk menaikkan produksi. Toba Bara menargetkan produksi 5,8 juta - 6,4 juta ton di tahun ini. Target tersebut lebih tinggi 5%-16% dari 2012 sebesar 5,6 juta ton. Ketiga, menurunkan nisbah pengupasan dan jarak buang lapisan tanah penutup. Direktur Utama TOBA, Arthur Simatupang bilang, perusahaan telah menunjuk PT RPP Contractors Indonesia (RCI) untuk mengerjakan pembersihan lahan, pengupasan material buangan, pengelolaan limbah, pembuatan dan perawatan jalan angkut material. Selain itu, RCI juga akan mengendalikan air tambang di wilayah tambang PT Indomining, anak usaha Toba Bara. Belanja modal TOBA telah menyiapkan belanja modal US$ 27 juta untuk keperluan tersebut. Sebagian belanja modal diambil dari dana penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) pada 16 Juli 2012. Kala itu, TOBA melepas 210,68 juta saham setara 10,47% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga IPO Rp 1.900. Artinya, TOBA meraih dana Rp 400,29 miliar. Dana IPO dianggarkan Toba Bara untuk beberapa kebutuhan. Pertama, sekitar 26,14% untuk membayar utang perusahaan terhadap BNP Paribas. Kedua, sekitar 52,49% setara Rp 190 miliar untuk membiayai belanja modal terkait kegiatan pertambangan, infrastruktur dan pengembangan fasilitas penunjang di area konsesi perusahaan. Misalnya, untuk membebaskan lahan, penggunaan jalan, biaya pembukaan lahan, serta pembangunan infrastruktur. Sisa dana IPO sebesar 21,37% untuk membiayai akuisisi konsesi pertambangan batubara tambahan, meningkatkan kepemilikan di entitas anak, serta usaha lain yang terkait pertambangan. Penggunaan dana IPO ini digunakan dalam lima tahun sejak tahun lalu. Toba Bara hingga Desember 2012 telah menggunakan Rp 144 miliar dana IPO. Perusahaan masih menyisakan dana IPO sebesar 84% atau sekitar Rp 217 miliar.
Perry mengakui, pertumbuhan volume penjualan TOBA juga belum maksimal. Volume penjualan TOBA hanya meningkat 0,7% dibandingkan tahun 2011 menjadi 5,5 juta ton di 2012. Perry memproyeksikan, pada tahun ini, prospek penjualan diperkirakan akan tumbuh lebih baik. "Pertumbuhan permintaan akan datang dari dalam negeri. Sebab, banyak perusahaan swasta akan membangun pembangkit listrik," tutur dia. Hanya saja, Perry belum merinci besaran peningkatan volume penjualan. Dia mengasumsikan, harga jual batubara bisa di US$ 90 per ton. Toba Bara menargetkan, bisa meraup pendapatan US$ 576 juta di tahun ini. Angka ini naik 15,6% dibandingkan tahun 2012. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana