Toko modern wajib jual 80% barang lokal



JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) akhirnya mengeluarkan juga rambu-rambu bisnis ritel domestik. Ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Menteri Perdagangan Gita Wiryawan, dalam rilisnya kemarin bilang, Permendag baru nomor 70/2013 ini mengatur bisnis peritel secara lebih tegas demi terciptanya iklim persaingan usaha yang lebih sehat dalam bisnis ritel.

Adapun isinya: pertama, pemilik ritel modern (toko modern) hanya boleh memiliki gerai toko modern sebanyak 150 gerai. Jumlah yang sama juga berlaku bagi pengusaha waralaba.


Jika memiliki lebih dari jumlah itu, mereka harus menawarkan sisanya ke pihak lain dengan cara waralaba atau kemitraan.

Mereka boleh bermitra dengan konsep perdagangan umum dengan mitranya, yakni industri kecil dan menengah (IKM). Caranya dengan memberi ruang usaha, memasarkan produk mitra di toko modern, serta membantu memasok kebutuhan mitranya.

Kedua yakni peritel modern wajib menjual barang dagangan bikinan lokal minimal 80%. Ketiga, peritel modern hanya boleh menjual barang pendukung usaha utama maksimal 10%. Keempat, adapun barang dengan merek sendiri maksimal cuma boleh 15% dari total jenis barang. 

Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan, pada dasarnya, pengusaha tak ingin aturan ritel dan waralaba abu-abu. Misal, "Peritel yang izinnya kafetaria tidak boleh lagi menjual barang dagangan minimarket," ujar dia.

Aturan ini juga tak lantas mempengaruhi peta bisnis ritel. Sebab, pemerintah memberikan kelonggaran penyesuaian paling lama dua tahun.

Director and Chief Operational Officer PT Hero Supermarket Tbk Edison Manalu mengatakan, bisnis Hero dan Guardian tak banyak berpengaruh atas aturan ini lantaran produk sendiri hanya 5%. Ia lebih meminta agar pemerintah melarang minimarket menjual minuman beralkohol.

Pasalnya, setiap daerah punya aturan berbeda. "Ini penting agar tidak terjadi simpang siur aturan," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie