Tolak Kebijakan DHE Manufaktur Wajib Disimpan Dalam Negeri, Ini Alasan GPEI



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) menolak jika pemerintah mewajibkan sektor manufaktur untuk menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) berjangka di perbankan dalam negeri.

Seperti yang sudah diketahui, saat ini baru devisa hasil ekspor dari sumber daya alam (SDA) yang diwajibkan paling sedikit 30% untuk disimpan di perbankan dalam negeri. Jangka waktu simpan diwajibkan minimal tiga bulan.

Sekretaris Jenderal GPEI Toto Dirgantoro beralasan, pengusaha yang bergerak di sektor manufaktur umumnya membeli bahan baku atau spare part dengan menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (AS).


“Sehingga dengan turunnya (DHE disimpan) di Singapura, kita mau beli lagi bahan baku atau spare part gampang,” tutur Toto kepada Kontan.co.id, Rabu (13/3).

Baca Juga: Apindo Minta Kebijakan Penempatan DHE Terus Dievaluasi, Disesuaikan dengan Kebutuhan

Di samping itu, Toto juga menilai suku bunga tertimbang di bank umum untuk simpanan berjangka dolar AS seperti di Singapura lebih tinggi jika dibandingkan disimpan di perbankan dalam negeri.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Ia menolak jika pemerintah menetapkan aturan DHE ini juga diberlakukan pada sektor manufaktur.

“Saat ini aturan yang DHE yang ditahan 30% itu SDA. Kalau manufaktur enggaklah karena kita harus beli bahan baku dan lainnya,” ungkap dia.

Baca Juga: Pemerintah Menyiapkan Instrumen Baru untuk Penempatan DHE, Ini Kata Kadin

Dia menambahkan, terkadang pengusaha manufaktur juga mendapat pinjaman modal dari perbankan Singapura, sehingga jika DHE disimpan di negara tersebut akan lebih menguntungkan dan memudahkan pengusaha.

Untuk diketahui, pemerintah memang berencana akan menambah sektor manufaktur sebagai sektor penyetor DHE.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan menegaskan, sektor manufaktur yang dimaksud sebetulnya ditujukan untuk manufaktur hasil olahan sumber daya alam, sebagai kebijakan hilirisasi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati