JAKARTA. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) secara tegas menolak rencana kenaikan tarif dasar listrik itu. Partai berlambang banteng moncong putih ini pun membagi-bagikan buku kecil berwarna merah. Dalam buku itu, PDIP menjelaskan alasan menolak kenaikan tarif dasar listrik. Penyebabnya adalah laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan ada pemborosan hingga penyelewengan di tubuh PT PLN. PDIP menyatakan, jika PLN diurus dengan baik maka TDL tidak perlu naik. "PLN yang salah urus, kenapa rakyat yang harus menanggung?" isi buku kecil yang diterima wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/10).Hasil audit BPK pada 16 September 2011 lalu menyebutkan PLN gagal menyediakan gas sebagai bahan bakar pembangkit sesuai target. Akibatnya PLN mengganti kekurangan gas dengan bahan bakar minyak yang lebih mahal.PLN juga gagal memenuhi kebutuhan persediaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik sesuai target, terutama untuk PLTU percepatan 10.000 megawatt. Dalam audit BPK itu juga disebutkan PLN gagal memenuhi kebutuhan panas bumi untuk pembangkit listrik sesuai target. Keseluruhan hal itu menyebabkan pembangkit listrik PLN tidak efisien.PDI Perjuangan dengan tegas menolak klaim Pemerintah yang mengklaim bahwa kenaikan TDL akan menambah pendapatan negara sebesar Rp 14,89 triliun. Pasalnya, pendapatan itu tidak sebanding dengan kerugian negara akibat salah urus PLN yang mencapai Rp 37,6 triliun pada 2009 dan 2010, ditambah Rp 767,87 miliar sesuai temuan BPK 2012.Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto menyatakan partainya akan berjuang menolak kenaikan TDL, termasuk dalam rapat paripurna DPR. Meskipun, Bambang yakin peluangnya kecil karena mereka satu-satunya fraksi di DPR yang menolak proposal kenaikan harga itu. "Dalam politik, tidak semuanya masalah menang atau kalah. Yang lebih substansial adalah kami memegang ideologi kerakyatan kami dan membela rakyat hingga akhir," kata Bambang dalam Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/10).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tolak kenaikan TDL, PDIP bagikan buku merah
JAKARTA. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) secara tegas menolak rencana kenaikan tarif dasar listrik itu. Partai berlambang banteng moncong putih ini pun membagi-bagikan buku kecil berwarna merah. Dalam buku itu, PDIP menjelaskan alasan menolak kenaikan tarif dasar listrik. Penyebabnya adalah laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan ada pemborosan hingga penyelewengan di tubuh PT PLN. PDIP menyatakan, jika PLN diurus dengan baik maka TDL tidak perlu naik. "PLN yang salah urus, kenapa rakyat yang harus menanggung?" isi buku kecil yang diterima wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/10).Hasil audit BPK pada 16 September 2011 lalu menyebutkan PLN gagal menyediakan gas sebagai bahan bakar pembangkit sesuai target. Akibatnya PLN mengganti kekurangan gas dengan bahan bakar minyak yang lebih mahal.PLN juga gagal memenuhi kebutuhan persediaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik sesuai target, terutama untuk PLTU percepatan 10.000 megawatt. Dalam audit BPK itu juga disebutkan PLN gagal memenuhi kebutuhan panas bumi untuk pembangkit listrik sesuai target. Keseluruhan hal itu menyebabkan pembangkit listrik PLN tidak efisien.PDI Perjuangan dengan tegas menolak klaim Pemerintah yang mengklaim bahwa kenaikan TDL akan menambah pendapatan negara sebesar Rp 14,89 triliun. Pasalnya, pendapatan itu tidak sebanding dengan kerugian negara akibat salah urus PLN yang mencapai Rp 37,6 triliun pada 2009 dan 2010, ditambah Rp 767,87 miliar sesuai temuan BPK 2012.Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto menyatakan partainya akan berjuang menolak kenaikan TDL, termasuk dalam rapat paripurna DPR. Meskipun, Bambang yakin peluangnya kecil karena mereka satu-satunya fraksi di DPR yang menolak proposal kenaikan harga itu. "Dalam politik, tidak semuanya masalah menang atau kalah. Yang lebih substansial adalah kami memegang ideologi kerakyatan kami dan membela rakyat hingga akhir," kata Bambang dalam Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/10).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News