Tolak Larangan Iklan Produk Tembakau di RPP Kesehatan, DPI Bersurat ke Kemenkes



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Periklanan Indonesia (DPI) bersama sejumlah asosiasi di industri periklanan dan media kreatif menyampaikan penolakan terhadap aturan larangan iklan dan promosi produk tembakau yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.

Adapun RPP merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan. Atas penolakan tersebut,  DPI bersama sejumlah asosiasi industri periklanan dan media kreatif menyampaikan surat masukan terhadap RPP tersebut kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 

Wakil Ketua DPI Janoe Arianto menyampaikan, ada tiga pasal yang dirasakan bakal memberatkan para pelaku industri periklanan dan media kreatif. Pertama mengenai penyempitan waktu siaran iklan tentang produk tembakau di televisi. Sebelumnya aturan jam tayang siaran iklan pada pukul 21.30 - 05.00, dalam RPP dipersempit menjadi 23.00 - 03.00.


Baca Juga: Industri Hasil Tembakau Hadapi Banyak Tekanan

Kedua, adanya larangan total terhadap semua aktivitas iklan dan promosi produk tembakau di media elektronik dan luar ruangan. Serta rencana larangan kegiatan kreatif, termasuk untuk musik terlepas dari pembatasan usia penonton yang hadir. Ketiga, rencana adanya larangan peliputan tanggungjawab sosial (CSR). 

"Di online media sangat berat. Di online media justru bisa buat personalisasi yang lebih tajam untuk hindarkan memaparkan pada anak-anak. Tapi kemudian draft peraturan justru dilarang total," kata Janoe dalam Diskusi Media yang digelar Dewan Periklanan Indonesia, Selasa (21/11). 

Ia menjelaskan, sederet larangan dan pengetatan untuk produk tembakau yang tertuang dalam RPP Kesehatan akan berdampak negatif terhadap empat sektor, termasuk industri kreatif terutama periklanan, sektor ritel, petani tembakau hingga industri tembakau.

Janoe menambahkan, dari iklan televisi saja nilai iklan produk tembakau bernilai sekitar Rp 9 triliun. Dengan diperkirakan bisa turun sampai 50% jika benar diberlakukan pengurangan jam tayang.

Baca Juga: APMI akan Kirim Surat Penolakan Pasal Tembakau di RPP Kesehatan ke Pemerintah

Sementara itu kontribusi tembakau terhadap media digital bisa mencapai sekitar 20% dari total pendapatan media digital di Indonesia. 

Kemudian untuk media luar ruangan, iklan tembakau berkontribusi sebesar 50% dari pendapatan penyelenggaraan media luar ruang. Diperkirakan hampir setengah dari total jumlah penyelenggara media luar griya akan kehilangan pendapatan tersebut. Sementara ada sekitar 22% anggota akan kehilangan pendapatan hampir mencapai 75%. 

Janoe mengatakan, rencana aturan tersebut meresahkan, memiliki dampak ganda dan akan menghambat keberlangsungan industri. "Pasalnya, produk tembakau adalah komoditas legal yang memiliki hak untuk berkomunikasi memasarkan produknya dengan target konsumen dewasa. 

"Sehingga pelarangan total iklan dan turunannya untuk produk tembakau tidak hanya menghambat Industri tembakau, tetapi juga industri periklanan dan media kreatif yang sebetulnya perlu banyak dukungan dari publik," ujarnya.

Baca Juga: Menakar Prospek Saham Rokok Pasca Penetapan Cukai Rokok Tahun Depan

Berdasarkan sata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di tahun 2021, industri kreatif memiliki lebih dari 725.000 tenaga kerja. Secara umum, multi-sektor di industri kreatif juga mempekerjakan sekitar 19,1 juta tenaga kerja. 

Dengan kontribusi iklan industri produk tembakau, artinya ada penerimaan yang diperoleh industri kreatif akan menurun 9%-10%. Hal tersebut tentunya akan berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan industri kreatif.

Selain menyampaikan poin yang akan memberatkan, DPI juga ingin mengajak diskusi kepada Kementerian Kesehatan mengenai RPP yang nantinya akan mengatur juga soal tembakau. 

"Siapa tahu yang bikin ini belum memperhatikan beberapa poin yang terjadi. Ayo diskusi dan cari solusi karena menyangkut hajat hidup orang banyak," imbuhnya.

Baca Juga: Gaprindo Minta RPP Kesehatan Tidak Mengatur Tembakau

Sebagai informasi, surat masukan Sekretariat Bersama Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran tersebut mewakili aspirasi dari beragam asosiasi, yaitu Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P31), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Indonesian Digital Association (IDA), Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI), dan Ikatan Rumati Produksi ikian indonesia (IRPII).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto