Tolak Larangan Impor di Bawah US$ 100, Pengusaha Logistik Ancam Bakal Gugat Aturannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) tidak setuju akan rencana pemerintah untuk mengatur impor langsung atau cross border produk dengan harga kurang dari US$ 100 atau sekitar Rp 1,5 juta di e-commerce

Ketua APLE Sonny Harsono mengatakan bahwa pihaknya pun siap menggugat rencana kebijakan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika nantinya diberlakukan.  

Dia khawatir, pembatasan impor langsung produk di e-commerce bakal membuat usaha sektor logistik terpuruk. Selain itu, mereka juga memandang bahwa rencana beleid itu justru akan melemahkan UMKM, alih-alih meningkatkan ekspor UMKM. 


"Alih-alih melindungi UMKM, kebijakan larangan impor di bawah US$100 justru akan memberikan multipler effect," jelas Sonny dalam siaran pers, Minggu (27/8). 

Baca Juga: Ekonom Menilai Positive List Tak Akan Efektif Cegah Impor Cross Border

Pasalnya, aksi restriksi terhadap impor barang langsung di e-commerce juga berisiko membuat negara lain melakukan tindakan yang sama terhadap produk UMKM asal Indonesia masuk ke negara mereka. 

Sonny pun mendorong pemerintah agar membuat kebijakan yang tepat ihwal memberantas praktik jual rugi atau predatory pricing. Menurut dia, pemberantasan impor ilegal lebih tepat untuk mencegah predatory pricing dari pada membatasi impor langsung di e-commerce. 

"Pengawasan barang impor di platform harus diperketat," tegas Sonny.

Baca Juga: Larangan E-commerce Jual Barang Impor Di Bawah US$ 100 Berpotensi Rugikan Negara

Sebagaimana diketahui, rencana pembatasan impor produk secara cross border di bawah US $100 tersebut akan dituangkan dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). 

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan, larangan penjualan ritel online lewat cross border commerce atau lintas negara di bawah US$ 100, memang perlu diatur pemerintah agar produk UMKM bisa juara di pasar digital Indonesia. 

Menurut Menteri Teten, Jika ritel dari luar negeri langsung menjual produknya ke konsumen, maka UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal dan lain sebagainya. 

Menteri Teten menilai aturan ekonomi digital Indonesia perlu segera diperbaiki karena ekonomi digital berkembang begitu cepat.

"Kita perlu belajar dari India, Inggris, dan negara-negara lainnya. Kalau kita terlambat membuat regulasi maka pasar digital Indonesia akan dikuasai produk dari luar, terutama dari China yang bisa memproduksi barang dengan begitu murah, yang harganya tidak masuk akal," kata Teten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati