Tolak Libur Satu Hari dalam Perppu Cipta Kerja, KSPI: Aturanya Kontradiktif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serikat Pekerja menolak aturan libur satu hari kerja dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja. 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai terdapat pasal yang kontradiktif dalam Perppu cipta kerja dalam mengatur penetapan cuti kerja dengan jam kerja. 

"Ini menunjukkan pembuat Perppu ini tidak memahami masalah dan terlihat terburu buru dalam pembuatannya," kata Said Iqbal dalam keterangan pers daring, Selasa (3/1). 


Asal tahu saja, dalam pasal 79 ayat (2) hurf b menyatakan istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam satu minggu. Namun dalam pasal lain soal jam kerja juga mengatur hak karyawan yang memungkinkan libur 2 hari dalam seminggu. 

Baca Juga: Kadin Sebut Perppu Cipta Kerja Beri Kepastian Hukum Iklim Usaha dan Investasi

Pasal 77 ayat (2) menjelaskan waktu kerja bagi pekerja maksimal 40 jam kerja dalam satu minggu. Adapun pengaturannya yaitu 7 jam 1 hari untuk 6 hari kerja dalam satu minggu  atau 8 jam kerja satu hari untuk 5 hari kerja dalam satu minggu. 

Kedua pasal di atas sangat berkaitan. Namun dikarenakan adanya perbedaan redaksional dan makna sehingga menimbulkan polemik dikalangan serikat pekerja. 

"Ini jadi tidak nyambung antara pasal yang bicara soal pengaturan cuti dengan pasal jam kerja," ungkap Said. 

Dengan demikian, Said mengatakan sikap serikat pekerja terhadap aturan Perpu Cipta Kerja ihwal libur 1 hari dalam seminggu adalah meminta pasal tersebut dicabut atau diperbaiki. 

Sebelumnya, Perppu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah diterbitkan sejak 30 Desember lalu. Hadirnya Perppu ini akan menggantikan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi. 

Baca Juga: Susun Aturan Turunan Perppu Cipta Kerja, Buruh Minta Dilibatkan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pertimbangan pemerintah menerbitkan Perppu karena kebutuhan mendesak.

Pemerintah perlu mengantisipasi kondisi global. Baik yang terkait dengan ekonomi, menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi dan beberapa negara berkembang yang sudah masuk menjadi pasien IMF, dan juga terkait ancaman konflik geopolitik perang Ukraina - Rusia.

"Terkait dengan putusan MK, terkait UU Cipta Kerja ini sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri, dimana mereka hampir seluruhnya masing menunggu keberlanjutan UU Cipta Kerja,” terang Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .