Tolak PP 36/2021, KSPI Usulkan Menaker Terbitkan Permenaker Soal Upah Minimum 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penggunaan peraturan pemerintah (PP) No 36 tahun 2021 sebagai dasar penghitungan upah minimum tahun depan.

Pasalnya, Undang-Undang (UU) No 11 tahun 2020 mengenai Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Maka aturan turunnya yakni PP No 36/2021 dinilai tidak dapat digunakan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, supaya tidak ada kekosongan hukum ada dua dasar hukum.

Baca Juga: Usulan No Work No Pay, KSPI: Itu Melanggar UU Ketenagakerjaan

Pertama adalah PP nomor 78/2015 atau kedua Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) soal UMP dan UMK tahun depan.

Maka KSPI menyarankan Menteri Tenaga Kerja membuat Permenaker khusus untuk kenaikan upah minimum UMP dan UMK 2023.

"Karena PP 36 tahun 2021 inkonstitusional bersyarat. Menatapkan upah minimum UMP dan UMK 2023 harus ada dasar hukum. Maka ketika PP Nomor 36 tidak dijadikan, harus dikeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja secara khusus, yaitu hanya bicara kenaikan UMP UMK 2013," jelas Iqbal saat konferensi pers virtual, Rabu (16/11).

Ia menampik anggapan bahwa jika PP 36/2021 tak berlaku akan menjadi kekosongan dasar hukum penetapan upah minimum tahun depan.

"Jadi jelas clear yang dibilang Apindo tidak ada dasar hukum itu salah. Tidak mungkin ada kekosongan hukum. Bilamana usulan KSPI dan Partai Buruh disepakati oleh pemerintah tidak menggunakan PP 36 tahun 2021,maka Menaker bisa menggunakan dasar hukum yang lain," ungkapnya.

Alasan berikutnya mengapa PP 36/2021 tidak bisa digunakan, akibat kenaikan harga BBM dan upah tidak naik 3 tahun berturut-turut. Hal tersebut menyebabkan daya beli buruh turun 30%. Oleh karena itu, Iqbal mengatakan daya beli buruh yang turun tersebut harus dinaikkan dengan menghitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Iqbal, ketika menggunakan PP 36/2021, maka nilai kenaikan UMP/UMK di bawah inflasi. Sehingga daya beli buruh akan semakin terpuruk.

Baca Juga: Menaker Pastikan Upah Minimum 2023 Bakal Naik

Selanjutnya, inflasi secara umum mencapai 6,5%. Iqbal mengatakan harus ada penyesuaian antara harga barang dan kenaikan upah.

Selanjutnya, Ia menjelaskan perhitungan pengupahan menggunakan PP 36/2021 yang dijadikan alasan pengusaha lantaran akan terjadi resesi global dan adanya 25.000 buruh di PHK. Hal tersebut tak dibenarkan, karena berdasarkan data yang ada, KSPI berpendapat resesi tidak terjadi di Indonesia.

"Resesi itu terjadi jika dalam dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonominya negatif. Sedangkan saat ini pertumbuhan ekonomi kita selalu positif,”kata Said iqbal.

Menurutnya, Litbang Partai Buruh memprediksi, pertumbuhan ekonomi bisa berkisar rata-rata 4-5% Januari-Desember 2022. Maka jika inflasi 6,5% dan pertumbuhan ekonomi 4-5%, sehingga kenaikan UMP/UMK adalah di atas 6,5% hingga 13%.

"Kami usulkan ke Menaker, KSPI dan Partai Buruh minta di 13%. Inflasi sesungguhnya 6,5% tapi kami minta plus alfa, nggak mungkin hanya inflasi jadi nggak naik upah dong kalau hanya inflasi. Jadi di 6,5% plus alfa sampai dengan 13%," kata Iqbal.

Said Iqbal menegaskan, apabila Menaker memaksakan menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021, buruh akan melakukan aksi bergelombang, bahkan mogok nasional pada pertengahan Desember. Dimana mogok akan diikuti oleh 5 juta buruh di seluruh provinsi Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto