Tolak Tarif Tinggi! Pengusaha Tegaskan SPA bukan Industri Hiburan



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ketua UmumĀ  Indonesia Spa Wellness Association Yulia Himawati menilai bahwa pemerintah perlu merevisi aturan dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Hal ini dilakukan demi kelangsungan pelaku usaha di bidang SPA lantaran aturan tersebut akan berdampakĀ buruk bagi perkembangan dunia usaha, khususnya industri SPA.

Yulia mengatakan, UU HKPD bertentangan dengan Undang-undang lainnya, dalam hal ini UU Nomor 10 tahun 2010 tentang Kepariwisataan. Terutama dalam pengelompokan jenis usaha yang termasuk ke dalam objek Pajak Barang dan jasa Tertentu (PBJT).


Baca Juga: Pemerintah Segera Keluarkan Surat Edaran Soal Pajak Hiburan, Tarif Bisa Lebih Rendah

Sebab, dalam Pasal 50 dan Pasal 55 UU HKPD, pemerintah mengelompokkan jasa SPA ke dalam jasa kesenian dan hiburan. Padahal, di dalam Pasal 14 UU Pariwisata, usaha SPA tidak merupakan jenis usaha yang berbeda dengan penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi.

"Namun sebenarnya yang menjadi kerisauan kami di sini bukan hanya tarif yang tinggi, tetapi adalah kategori atau jenis usaha spa itu sendiri, yang dimaksukkan ke dalam jenis hiburan itu yang sangat membuat kami kecewa," ujar Yulia dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (18/1).

Menurutnya, jasa SPA lebih tepat dikelompokkan berbeda dari kegiatan usaha hiburan atau rekreasi sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata. Apalagi, secara definisi SPA memang bukan bagian dari aktivitas hiburan melainkan perawatan Kesehatan.

Baca Juga: Protes Pajak Hiburan 40%, Pengusaha SPA Tuntut Pajak 0%

Editor: Noverius Laoli