JAKARTA. Pemerintah memberi toleransi kepada pengembang pulau reklamasi teluk Jakarta, khususnya C,D,G untuk memperbaiki diri. Mereka memberikan perpanjangan waktu untuk kedua kalinya kepada pengembang pulau, khususnya G untuk menyelesaikan perbaikan dokumen lingkungan. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, perpanjangan waktu kemungkinan mencapai 90 hari atau 120 hari. "Besok akan didiskusikan waktunya," katanya di Kantor Menko Perekonomian Rabu (28/12). Sekadar pengingat, pengembang Pulau C,D dan G beberapa bulan lalu dijatuhi sanksi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ketiga pulau tersebut disegel karena pengembangnya melakukan banyak pelanggaran.
Untuk reklamasi Pulau D misalnya, KLHK menemukan pelanggaran prosedur administrasi. Pengembang tidak melengkapi pembangunan pulau tersebut dengan izin mendirikan bangunan (IMB), izin lingkungan atau amdal. Padahal kata Siti, di pulau tersebut sudah terbangun rumah toko sebanyak 104 buah dan rumah tinggal. Selain itu, pengembang Pulau D juga dinilai melanggar terkait material reklamasi. Izin amdal penggunaan pasir laut hanya diizinkan 20 juta meter kubik tapi di lapangan ditemukan penggunaan material mencapai 35 juta meter kubik. Untuk Pulau G, Siti mengatakan, pengembangnya juga tidak mau diawasi pemerintah. Bukan hanya itu saja, mereka juga tidak mau memberikan dokumen izin lingkungan. Siti mengatakan, segel akan dilakukan dalam waktu maksimal 120 hari sejak ditetapkan. Dalam rentan waktu tersebut, KLHK memberikan kesempatan kepada pengembang untuk menyelesaikan seluruh syarat. Bila syarat tersebut dipenuhi, pemerintah akan memberikan lampu hijau. Sebaliknya, kalau tidak dipenuhi, pemerintah akan menjatuhkan sanksi ke pengembang. Siti mengatakan, batas waktu tersebut sudah berakhir 10 September kemarin. Tapi, sampai batas waktu berakhir, pengembang belum juga menyelesaikan perbaikan yang ditugaskan pemerintah. Batas waktu tersebut, kemudian diperpanjang 60 hari. Tapi sampai batas waktu berakhir, untuk kali kedua pengembang belum juga menyelesaikan perbaikan yang diinginkan pemerintah tersebut. Siti mengakui tidak mudah memperbaiki dokumen lingkungan, khususnya bagi pengembang Pulau G. Pengembang harus mengaitkan perbaikan dokumen lingkungan dengan keberadaan pembangkit listrik tenaga gas dan uap di kawasan pulau tersebut. Mereka juga harus mengaitkan perbaikan dokumen lingkungan dengan dampak sosial pembangunan yang mereka lakukan.
Kongkalikong Martin Hadiwinata, Ketua Bidang Engembangan Hukum dan Embelaan Nelayan Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), curiga, perpanjangan waktu itu merupakan kongkalikong pengembang dengan pemerintah. Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan oleh para pengembang sudah pantas diberi sanksi tegas. "Tapi dengan perpanjangan ini, pemerintah tidak tegas terhadap pelanggaran hukum lingkungan yang dilakukan secara sengaja dan sadar oleh pengembang," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto