Topang ketahanan pangan, Kemenperin fokus revitalisasi industri pupuk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri pupuk merupakan salah satu sektor strategis yang dapat memacu perekonomian nasional. Sebab, industri pupuk berperan penting dalam mendorong peningkatan produksi sektor pertanian yang mendukung program ketahanan pangan nasional di masa datang.  

“Guna meningkatkan produktivitas dan daya saingnya, kami memiliki program revitalisasi industri pupuk yang meliputi penggantian pabrik usia tua yang tidak efisien,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam di Jakarta dalam siaran pers di situs Kemenperin, Minggu (27/6).

Dia menjelaskan, pembangunan pabrik pupuk baru dan pengamanan operasi pabrik pupuk eksisting tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk. Melalui Inpres tersebut, Kemenperin diinstruksikan untuk melakukan perencanaan revitalisasi pabrik pupuk, menyusun SNI pupuk, membina industri pupuk, dan mengelola atau mengatur pasokan pupuk, bahan baku, dan energi bersama dengan instansi terkait.


Baca Juga: Bukan pembelian bahan baku, tetapi hal ini yang menjadi kendala Sritex (SRIL)

Di samping itu, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanatkan bahwa Menteri Perindustrian berwenang melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri pupuk yang merupakan sektor strategis karena bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pupuk untuk menjamin ketahanan pangan nasional.

Terkait pelaksanaan program revitalisasi industri pupuk, sejak tahun 2015 terdapat beberapa pabrik pupuk baru ataupun pabrik pengganti yang sudah dibangun. Misalnya, pabrik Kaltim-5 di PT Pupuk Kalimantan Timur dengan kapasitas produksi pupuk urea sebesar 1,15 juta ton per tahun pada 2015 untuk menggantikan pabrik Kaltim-1 yang berkapasitas produksi pupuk urea sekitar 700.000 ton per tahun.

Saat ini, total kapasitas produksi PKT untuk pupuk urea mencapai 2,4 juta ton per tahun, kemudian produksi amonia sebesar 2,7 juta ton per tahun, dan pupuk NPK sekitar 300 ribu ton per tahun.

Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono menyatakan, keberhasilan pelaksanaan program revitalisasi industri pupuk tidak lepas dari dukungan penyediaan bahan baku yang cukup serta pelaksanaan roadmap kebutuhan pupuk jangka panjang. “Keberadaan pabrik baru akan membantu menurunkan konsumsi gas bumi untuk per ton amonia dan urea secara signifikan,” ungkapnya.

Industri pupuk merupakan salah satu sektor yang mendapatkan fasilitas penurunan harga gas sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 89K Tahun 2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Baca Juga: Industri keramik di Jawa Timur mengeluhkan harga gas masih mahal

Menurut Fridy, dengan adanya fasilitas penurunan harga gas bumi tersebut, maka beban subsidi pupuk dapat turun sebesar Rp 1,5 triliun serta mampu meningkatkan penerimaan pajak. Bahkan, untuk menjamin bahwa pupuk yang digunakan petani Indonesia berkualitas, telah diberlakukan SNI wajib untuk enam produk pupuk anorganik tunggal dan satu produk pupuk anorganik majemuk.

Adapun pupuk anorganik tunggal yang telah menerapkan SNI wajib, yaitu pupuk urea, ammonium sulfat (ZA), tripel super fosfat (TSP), super fosfat (SP-36), fosfat alam untuk pertanian, dan kalium klorida (KCl). Sedangkan untuk anorganik majemuk yang telah SNI wajib adalah pupuk NPK padat.

Selanjutnya: Respons asosiasi sejumlah industri terkait merebaknya varian delta di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi