Trading obligasi di bursa dimulai 2014



JAKARTA. Transaksi perdagangan obligasi di pasar sekunder kelak bakal lebih transparan. Nantinya, transaksi perdagangan obligasi bisa dilakukan melalui bursa.

Saat ini, perdagangan obligasi masih dilakukan di luar bursa alias over the counter (OTC) dan tidak ada tempat fisik untuk bertransaksi. Namun, tidak semua obligasi bisa diperdagangkan melalui bursa.

Direktur Teknologi Informasi PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Adikin Basirun mengatakan, hanya transaksi perdagangan obligasi ritel saja yang bisa dilakukan melalui bursa, sedangkan obligasi untuk investor institusi akan tetap dilakukan secara OTC. "Memang harus dipisahkan untuk transaksinya. Karena untuk klien institusi lebih suka menggunakan OTC dan untuk yang ritel memang membutuhkan transparansi," ujar dia.


Adikin menambahkan, pelaksanaan transaksi perdagangan melalui bursa ini akan dilakukan seiring terbitnya obligasi korporasi ritel. Selain untuk transaksi obligasi korporasi ritel, transaksi melalui bursa juga dilakukan untuk obligasi ritel terbitan pemerintah, seperti ORI.

Selama ini, obligasi ritel menjadi salah satu seri obligasi yang ramai di pasar sekunder. Sepanjang bulan Juli lalu, nilai transaksi perdagangan harian rata-rata ORI sebesar Rp 416,99 miliar per hari. Sedangkan transaksi perdagangan sukuk negara ritel mencapai Rp 212,79 miliar per hari.

Adikin memperkirakan, transaksi perdagangan obligasi melalui bursa bisa dilakukan tahun depan. Selain meningkatkan transparansi, transaksi melalui bursa juga lebih mudah dan murah. "Benefitnya baik bagi para investor ataupun stakeholder, dengan adanya transparansi maka otomatis memberikan keterbukaan mengenai harga sehingga jumlah transaksi akan semakin besar. Sehingga membuka jalan untuk memperbesar pasar obligasi," ujar Adikin, baru-baru ini.Menurut Adikin, saat ini sistem perdagangan obligasi melalui bursa telah siap. Otoritas telah memiliki mekanisme FITS atau fixed income trading system.

Sejatinya, FITS merupakan cikal bakal transaksi bursa. Namun mekanisme ini belum berjalan optimal lantaran perangkat obligasi masih didominasi transaksi OTC. "Sistem sudah siap, tinggal bagaimana aspek bisnis, bagaimana model transparansi dilakukan di bursa, settlement, dan insentif-insentif untuk investor," kata Adikin.

Insentif yang dimaksud merupakan insentif pajak bagi investor. Menurut Adikin, skema perpajakan untuk investor yang melakukan transaksi perdagangan obligasi di bursa akan dibuat lebih murah.

Saat ini, investor obligasi dikenai pajak penghasilan untuk keuntungan atau capital gain yang diperoleh. Selain itu, investor juga dikenai pajak final untuk bunga obligasi yang diterima. "Diharapkan investor hanya dikenakan pajak final saja sehingga lebih mudah penghitungannya dan lebih murah. Nanti akan kami bicarakan dengan Direktorat Jenderal Pajak," ujar dia.

Analis Millenium Danatama Asset Management Desmon Silitonga mengatakan, transaksi perdagangan obligasi di pasar sekunder Indonesia masih tertinggal ketimbang negara lain. Hal itu mengakibatkan obligasi Indonesia kalah bersaing. "Sebab saat ini kita masih secara OTC. Negara lain seperti Amerika Serikat atau Singapura sudah menggunakan sistem online seperti saham. Sehingga transaksi harga ditentukan oleh mekanisme pasar," ujar Desmon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati