KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Indonesia memiliki tradisi pulang ke kampung halaman alias mudik untuk merayakan hari raya bersama sanak keluarga. Tak terkecuali pada hari raya Idulfitri atau Lebaran tahun ini. Ritual mudik lebaran ini tentu saja turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini. Maklum, lebih dari separuh dari jumlah penduduk Indonesia diperkirakan menjalani ritual mudik lebaran pada tahun ini. Kementerian Perhubungan memperkirakan tahun ini ada sekitar 193,7 juta jiwa atau lebih dari 71,7% dari jumlah penduduk Indonesia yang pulang ke kampung halaman menjelang lebaran kemarin.
Kondisi ini tentu akan menggerakkan ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Potensi Pertumbuhan Uang Beredar Ramadan dan Idul Fitri 2024 Diperkirakan Rp 170 T Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memproyeksikan jumlah uang beredar pada periode mudik tahun ini bisa mencapai Rp 130 triliun sampai Rp 140 triliun. "Jumlah perputaran uang mengalami pertumbuhan secara tahunan jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu," jelas Rendy pada Kontan.co.id, Kamis (4/4). Apalagi di tahun ini jumlah pemudik diperkirakan mencapai 193,7 juta orang dan ini relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka pemudik di tahun yang lalu yang hanya mencapai 134 juta orang. Sehingga hal ini tentu berdampak pada kenaikan jumlah perputaran uang di kalangan masyarakat terutama di bulan April di mana periode mudik berlangsung. Asal tahu saja, untuk mengantisipasi kebutuhan saat Ramadan dan Lebaran tahun ini, Bank Indonesia (BI) telah menyediakan uang tunai Rp 197,6 triliun. Jumlah ini naik 4,65% dibanding realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 188,8 triliun. Uang tunai sebesar Rp 197,6 triliun ini terdiri dari kebutuhan uang kartal jenis Uang Pecahan Besar (UPB) sebesar Rp 172,8 triliun dan Uang Pecahan Kecil (UPK) sebesar Rp 24,6 triliun. Tingginya perputaran uang saat lebaran juga ikut berkontribusi mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan ekonomi pada kuartal I 2024 akan tumbuh di kisaran 5% hingga 5,1%. Pertumbuhan ini salah satunya didorong oleh adanya momentum Ramadan dan jelang lebaran. Josua menghitung, dampak Ramadan dan Lebaran kepada pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 0,14 - 0,25 poin persentase (ppt). “Jadi kami masih lihat pada kuartal I-2024 ekonomi Indonesia cukup berpeluang untuk tumbuh di kisaran 5% – 5,1%,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (10/4). Meski begitu, pada momen Ramadan inflasi dalam dalam tren meningkat juga karena kenaikan harga pangan dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024 karena dapat mengganggu daya beli masyarakat.
Baca Juga: Jutaan Pemudik Bakal Memasok Triliunan Rupiah Hingga Pelosok “Namun faktor THR, bonus, serta kenaikan gaji dapat menahan penurunan daya beli akibat inflasi terutama bagi golongan middle income,” ujarnya. Maka dari itu, ia menyarankan agar pemerintah mulai mendesain kebijakan untuk membantu daya beli kelas menengah dan segera dapat menurunkan inflasi pangan. Sementara itu, Ekonom Senior Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan momentum mudik lebaran akan berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi di kuartal II, sebab jatuh pada April 2024. “Momentum lebaran dan mudik itu tak terlalu berdampak di kuartal I tapi berdampak di kuartal II, makanya efek puasa saja yang berdampak di kuartal I,” katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (28/3). Tauhid mengungkapkan, melihat laju konsumsi yang relatif rendah menandakan efek momen ramadan ke pertumbuhan ekonomi tak begitu kencang di kuartal I. Namun, dengan adanya mudik lebaran akan terasa ke pertumbuhan ekonomi kuartal II. “Lebaran memang biasanya pertumbuhan kuartal II trennya akan lebih baik dari kuartal I, karena ada peningkatan konsumsi maupun spending pada saat lebaran,” ungkapnya. Tauhid meyakini, di kuartal II dengan adanya momen mudik lebaran pertumbuhan ekonomi akan terdorong oleh sektor konsumsi yang meningkat. “Saya yakin memang kuartal II ya sedikit banyak bisa di atas 5% pertumbuhan konsumsinya,” terangnya.
Waspadai Inflasi
Selain perputaran ekonomi, tingginya perputaran uang dan kenaikan harga berbagai komoditas saat Ramadan dan lebaran tentu akan berefek pada kenaikan inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Maret 2024 sebesar 0,52% secara bulanan alias month on month (mom), atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi inflasi pada Februari 2024 yang sebesar 0,37%. Sementara itu, bila dihitung secara tahunan, pada Maret 2024 terjadi inflasi 3,05% year on year (yoy). Sedangkan inflasi secara tahun kalender (Maret 2024 terhadap Desember 2023) mencapai 0,93% year to date (ytd). BPS juga mencatat, inflasi komponen harga bergejolak (
volatile food) pada Maret 2024 mencapai 10,33% secara tahunan alias year on year (yoy). Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, inflasi komponen harga bergejolak atau inflasi pangan pada Maret 2024 merupakan yang tertinggi sejak Agustus 2022 atau 20 bulan terakhir, yang tercatat sebesar 8,93%. “Inflasi Maret jadi yang tertinggi sejak Agustus 2022. Nah di bulan Juli 2022 sempat terjadi inflasi harga bergejolak yang lebih tinggi yaitu sebesar 11,47%,” tutur Amalia dalam konferensi pers, Senin (1/4).
Baca Juga: Raih Cuan Pasca Lebaran dari Deposito dan Tabungan dengan Bunga Hingga 7,5% p.a Adapun komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah beras, daging ayam ras, cabai merah, telur ayam ras, bawang putih dan tomat. Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet memperkirakan, inflasi pangan baru akan melandai pasca Lebaran atau sekiatr Mei hingga Agustus 2024, setelah melonjak pada Maret 2024. “Kalau kita lihat pola, inflasi pangan akan melandai dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus, Inflasi akan kembali mengalami tren peningkatan di akhir tahun terutama di Kuartal terakhir,” tutur Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy Manilet kepada Kontan, Selasa (2/4). Meski begitu, Yusuf menilai inflasi pangan pada kuartal IV 2024 tidak akan setinggi pada Februari atau Maret 2024, karena permintaan saat Ramadan jauh lebih tinggi dari momentum Natal dan Tahun Baru. Yusuf menambahkan, inflasi pangan bisa turun dipengaruhi berbagai faktor baik itu eksternal dan internal. Dari sisi internal, upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok melalui operasi pasar, subsidi, dan bantuan sosial memiliki dampak signifikan dalam menekan inflasi. Selain itu, peningkatan produksi pangan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi juga dapat meningkatkan pasokan dan menekan harga.
“Memperlancar distribusi pangan dengan memperbaiki rantai distribusi dan mengurangi hambatan logistik juga membantu menurunkan biaya distribusi dan akhirnya harga pangan,” ungkapnya. Kemudian, dari sisi eksternal, stabilisasi harga pangan global, juga dapat mengurangi tekanan inflasi pangan domestik dengan penurunan harga pangan seperti gandum dan minyak goreng. Selain memantau alur distribusi terutama untuk kebutuhan barang pokok, inflasi pangan juga akan dipengaruhi oleh faktor global, yang mana beberapa kebutuhan impor itu akan dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar rupiah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi