Tragedi Kanjuruhan, YLBHI Menduga Ada Kesalahan Prosedur Penanganan Massa



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan video tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang Jawa Timur usai pertandingan sepak bola antara Arema Malang dan Persebaya Surabaya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force), melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian massa yang tidak sesuai prosedur. Hal tersebut diduga menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan

"Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton," kata Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Minggu (2/10).

Menurutnya, penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan. Hal tersebut juga diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari.


Baca Juga: KSP Minta Publik Tak Sebar Konten Sensitif Korban Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

"Hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini," imbuhnya.

Isnur menambahkan, padahal penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh Asosiasi Sepak Bola Dunia (FIFA). FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.

YLBHI menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan. Pertama, Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa, kedua Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, ketiga, Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI.

Keempat, Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara dan Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara.

Atas hal tersebut, YLBHI menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan Pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka.

YLBHI menegaskan, mengecam tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM Polri.

Maka, YLBHI mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan jatuhnya lebih 150 korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen.

Baca Juga: Tragedi Sepakbola di Kanjuruhan, YLKI Minta Pembentukan Tim Investigasi Independen

"Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas. Mendesak Propam Polri dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut," tegasnya.

YLBHI juga mendesak Kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian.

"Mendesak Negara dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang," tegasnya.

Selain itu, YLBHI juga menyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan yang terjadi setelah selesainya laga pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .