JAKARTA. PT Trada Maritime Tbk (TRAM) ingin segera melakukan ekspansi ke bisnis pertambangan batubara. Untuk itu, emiten pelayaran ini memfokuskan diri untuk mendapatkan pembayaran klaim asuransi atas terbakarnya kapal Lentera Bangsa tahun 2011 silam. Danny Sihanouk De Mita, Presiden Direktur TRAM menuturkan, perusahaan berharap klaim asuransi dari PT Asuransi Dayin Mitra Tbk dapat diperoleh pada semester II tahun ini. "Sudah mendekati akhir prosesnya, tinggal kesepakatan mengenai jumlah biaya perbaikan kapal," kata dia, di Jakarta, Jumat (21/6). Penerimaan klaim asuransi ini menjadi titik tolak yang harus dilalui TRAM jika ingin segera masuk ke bisnis pertambangan batubara. Ini tidak bisa dilepaskan dari keterkaitan klaim asuransi dengan pembayaran utang kepada International Finance Corporation (IFC) dan Bank of Tokyo Misubishi UFJ Ltd (BTMU).
Per 31 Desember 2012, tanggungan utang TRAM ke IFC tercatat senilai US$ 33,13 juta. Salah satu klausul pinjaman ini adalah TRAM tidak boleh memiliki bisnis baru di bidang pertambangan batubara. Sebab, bisnis tersebut dianggap IFC tidak ramah lingkungan. Di sisi lain, TRAM juga menanggung utang senilai US$ 13,82 juta kepada BTMU. Tidak seperti IFC, BTMU tetap membolehkan TRAM untuk masuk ke bisnis batubara. Nah, pembayaran klaim asuransi tersebut nantinya akan digunakan untuk melepaskan jeratan dari utang IFC maupun BTMU. Manajemen TRAM sendiri enggan membeberkan nilai klaim asuransi yang diminta kepada Dayin Mitra. Sebagai gambaran, pada 31 Desember 2011, nilai buku kapal Lentera Bangsa dicatat senilai Rp 778,65 miliar setara US$ 86,94 juta dan direklasifikasikan ke "aset tidak lancar lainnya". Namun, nilai buku kapal tersebut diturunkan sebesar selisih antara nilai pertanggungan asuransi maksimal dengan nilai buku. Adapun nilai pertanggungan asuransi maksimal senilai US$ 75 juta. Penurunan nilai buku ini sudah dibebankan ke dalam laba atau rugi TRAM tahun 2012 senilai US$ 11,94 juta. Kondisi inilah yang kemudian membuat TRAM harus menunda rencana untuk merambah bisnis pertambangan batubara. Pada akhir 2011, TRAM sebenarnya sudah menandatangani nota kesepahaman alias memorandum of understanding (MoU) dengan perusahaan asal Uni Emirat Arab, Zakia Limited. Perusahaan ini merupakan pemilik PT Awesome Coal yang menguasai konsesi batubara di Kalimantan Timur seluas 5.350 hektare (ha). Dalam kesepakatan itu, TRAM bakal membeli obligasi tukar (
convertible bond) senilai US$ 200 juta yang diterbitkan Awesome. Obligasi tukar ini setara dengan kepemilikan 97% saham di Awesome. Kendati akuisisi tersebut tertunda, TRAM menjalin hubungan bisnis lain dengan Zakia. Pada pertengahan Januari 2013, TRAM menandatangani MoU sekaligus kontrak pengangkutan batubara (
transhipment) dengan PT Gunung Bara Utama (GBU) yang tidak lain anak usaha Awesome. Melalui kontrak itu, TRAM akan memasok dan mengoperasikan 40 kapal tongkang dan tunda untuk pengangkutan batubara GBU selama 10 tahun. Nilai total kontrak mencapai US$ 750 juta dengan investasi pengadaan kapal senilai US$ 200 juta. "Hingga Juli akan 10 unit yang selesai dengan investasi US$ 40 juta," jelas Danny. Ini merupakan kontrak jangka panjang kedua yang diperoleh sejak akhir 2011 silam. Kala itu, TRAM meraih kontrak transportasi liquified natural gas (LNG) senilai US$ 200 juta. Kontrak tersebut diperoleh dari PT Nusantara Regas, sebuah perusahaan patungan antara PT Pertamina dan PT Perusahaan Gas Nasional Tbk (PGAS). Durasi kontrak tersebut terbilang panjang yakni selama 11 tahun. Untuk menggarap kontrak itu, TRAM menggandeng perusahaan perkapalan asal Jepang yaitu MItsui OSK Lines (MOL). TRAM memandang MOL bisa memberikan nilai tambah dalam penggarapan kontrak pengangkutan LNG.
Pasalnya, MOL terbilang pengalaman dalam pengangkutan LNG. Maklum, pengangkutan LNG memang membutuhkan tingkat keamanan yang lebih tinggi ketimbang pengangkutan batubara dan komoditas lainnya. Oleh karena itu, TRAM butuh mitra yang memiliki pengalaman agar penggarapan kontrak tersebut lebih baik. Dua perusahaan ini bakal mendirikan perusahaan patungan (
joint venture) bernama PT Hanochem guna menjalankan kontrak dari PT Nusantara Regas. Nantinya, TRAM bakal menjadi pemilik mayoritas dengan menguasai 51% kepemilikan saham Hanochem, sedangkan sisanya bakal dikuasai Oleh MOL. Kedua belah pihak sudah sepakat menyuntikkan dana sebesar US$ 54 juta untuk memenuhi biaya proyek Hanochem. Dana tersebut tidak akan langsung diinjeksikan pada tahun depan, namun untuk memenuhi kebutuhan biaya proyek selama 2-3 tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yuwono Triatmodjo