Tram Consumption Plus cetak return 11,59% ytd



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana saham tematik mengarahkan perhatian invostor pada jejeran saham emiten sesuai sektoral. Salah satunya, Tram Consumption Plus besutan PT Trimegah Asset Management.

Meski bertajuk consumption, namun reksadana ini tak hanya menempatkan dana kelolaan di saham konsumer. Produk yang meluncur sejak Mei 2011 ini memiliki saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebagai lima terbesar portofolionya.

Alokasi asetnya di saham sebanyak 88,85%, sisanya tersebar dalam instrumen pasar uang. Valuasi saham konsumer sudah cukup tinggi, sehingga diversifikasi aset menjadi kunci yang menyelamatkan portofolio produk ini.


Diversifikasi ke saham perbankan ini terbukti memberikan kinerja yang moncer. Secara year to date per Selasa (10/10), posisi nilai aktiva bersih (NAB)  telah tumbuh 11,59%.

Direktur Utama PT Trimegah Asset Management Antony Dirga menjelaskan, kunci dari kinerja produk flagship adalah penerapan proses investasi yang disiplin memantau pasar. "Kami selalu bersikap proaktif ketimbang reaktif dalam pengelolaan dana nasabah. Kedisiplinan ini pula yang membantu kami bermanuver lebih optimal di dalam bear maupun bull cycle selama ini," jelasnya.

Maksudnya, sebagai reksadana saham, likuiditas adalah salah satu faktor yang penting dijaga untuk nasabah pemegang unit penyertaan. Maka, Antony menerapkan strategi pengelolaan yang selalu mementingkan likuiditas dengan metode enhanced indexing. Metode ini mengkombinasi saham-saham bluechip dengan saham-saham high-conviction untuk mencari alpha atau saham dengan kapitalisasi besar.

Pada pertengahan September, dana kelolaan produk ini telah mencapai Rp 435,7 miliar. Secara umum, Antony menargetkan pertumbuhannya dapat mencapai level 15%-25% per tahun.

Namun menilik posisi dana kelolaannya, Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama melihat, produk ini pernah mengecap dana kelolaan tertinggi pada April 2017 yaitu Rp 697 miliar. Dengan demikian dibanding posisi AUM pada September, kemungkinan telah terjadi profit taking cukup besar.

Mengenai porsi pemilihan asetnya, Wawan menjelaskan saham konsumer memang cenderung bersifat defensif, karena itu perlu didorong dengan saham sektor lain yang menjadi penggerak IHSG. "Tidak dapat dipungkiri bahwa saham konsumsi tidak dapat mengalahkan IHSG, maka mereka didukung oleh infrastruktur dan keuangan," jelasnya.

Maka dengan jajaran sahamnya yang banyak di perbankan, Wawan optimis pergerakan produk ini bakal mengimbangi IHSG. Ia memproyeksikan IHSG dapat mencapai 6.100 pada akhir tahun, dengan demikian produk ini dapat saja tumbuh hingga 12%.

Wawan menyarankan nasabah untuk memegang produk ini selama minimal lima tahun untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini