TRAM diberi surat default dari kreditur



JAKARTA. PT Trada Maritime Tbk (TRAM) tengah menghadapi persoalan pelik. Salah satu krediturnya, International Finance Corporation (IFC) telah mengirimkan surat pemberitahuan default (default notice) kepada emiten pelayaran tersebut. 

Isi surat tertanggal 28 Mei 2014 itu adalah TRAM diwajibkan untuk membayar utang pokok senilai US$ 30,57 juta dan tunggakan bunga maupun biaya lainnya senilai US$ 774,36 ribu dalam jangka waktu tiga hari kerja. 

"Dalam hal Perseroan tidak melakukan pembayaran dimaksud maka IFC berhak melakukan segala cara yang dianggap perlu sesuai dengan kesepakatan pada Perjanjian Utang," tulis Asnita Kasmy, Sekretaris Perusahaan TRAM dalam keterangan resmi, Kamis (5/6).


IFC bersama Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd (BTMU) mengucurkan utang senilai total US$ 35 juta kepada TRAM pada 17 September 2011 yang terdiri dari dua fasilitas, yaitu IFC A1 senilai US$ 20 juta dan IFC A2 sejumlah US$ 15 juta. Fasilitas IFC A1 dikenakan bunga 6% di atas LIBOR 3 bulanan.

Fasilitas ini pun memiliki masa tenggang (grace period) pembayaran pokok dari tanggal pencairan hingga Mei 2014. TRAM kemudian wajib membayar berkata senilai US$ 1,43 juta per kuartal mulai dari Mei 2014 hingga Agustus 2017. 

Sementara IFC A3 dikenakan bunga 4,5% di atas LIBOR 3 bulanan. Masa tenggang pembayaran pokok IFC A2 mulai dari tanggal pencairan hingga Februari 2012. Selanjutnya, TRAM mesti membayar US$ 625 ribu per kuartal mulai dari Februari 2012 hingga November 2017.

Utang ini digunakan untuk membiayai modifikasi kapal Floating Storage Offloading (FSO) Lentera Bangsa. Kapal ini sejatinya sangat diharapkan untuk mendongkrak kinerja keuangan TRAM. 

Pasalnya, pada 13 Agustus 2009, Lentera Bangsa memperoleh kontrak jangka panjang hingga September 2018 dari CNOCC SES Ltd. Sayangnya, malang tak bisa ditolak, pada 23 September 2011, ruang mesin kapal Lentera Bangsa terbakar. 

Sejak saat itu, kapal Lentera Bangsa belum dapat dioperasikan kembali. Kebakaran inilah yang kemudian menimbulkan masalah lain dalam perjanjian kredit antara TRAM dengan IFC dan BTMU. 

Pasalnya, TRAM ingin menegosiasikan ulang perjanjian itu lantaran kapal Lentera Bangsa belum dapat beroperasi lagi. Menurut Asnita, TRAM sejatinya masih melakukan pembayaran pokok IFC A2 hingga Agustus 2012. 

Namun, TRAN belum mampu membayar pokok pinjaman A1 dan A2 yang masing-masing jatuh tempo pada Mei 2014 dan November 2012. Pada Agustus 2013, TRAM membayar pokok dan bunga utang senilai US$ 5 juta melalui pencairan Standby Letter of Credit (SBLC). 

Dengan demikian tunggakan pokok seperti dalam default notice senilai US$ 30,57 juta merupakan utang yang jatuh tempo pada November 2013. TRAM sudah mereklasifikasikan tunggakan ini dari pinjaman jangka panjang menjadi jangka pendek dalam laporan keuangan per 31 Desember 2012 dan 31 Desember 2013. 

Mandeknya negosiasi dengan kreditur ini menjadi faktor yang menghambat pencairan klaim asuransi kapal Lentera Bangsa. Padahal, klaim asuransi ini sangat diharapkan perusahan pelayaran itu. 

TRAM bakal mendapatkan pertanggungan klaim asuransi maksimal US$ 75 juta, atau  86,27% dari nilai buku kapal Lentera Bangsa per 31 Desember 2011 yang mencapai Rp 778,6 miliar, setara dengan US$ 86,94 juta.

Asnita bilang, walau telah menerima default notice, TRAM sudah melakukan conference call dengan IFC dan BTMU guna membahas hal-hal yang perlu dilakukan terkait penyelesaian utang dan klaim asuransi.  "Perseroan dan kreditur juga merencanakan pertemuan selanjutnya tanggal 17 Juni 2014 untuk pembahasan dimaksud," ungkap Asnita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan