KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) memperdalam pasar valuta asing di dalam negeri melalui penerapan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) disambut positif. BI mencatat sejauh ini volume transaksi DNDF telah mencapai US$ 115 juta. Sejalan dengan itu, nilai tukar rupiah pun tampak stabil di bawah level Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat. Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menilai, implementasi DNDF yang berjalan efektif sejak awal November lalu memang turut membantu penguatan rupiah, di samping kombinasi sentimen eksternal dan domestik lainnya dalam sepekan terakhir. "Ini awal yang baik karena dalam kurun kurang dari dua minggu transaksinya sudah cukup aktif dan mencapai volume yang bagus," ujar Enrico, Minggu (11/11). Senada, Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga berpendapat, capaian volume transaksi DNDF ini didorong oleh pelaku pasar yang memanfaatkan faktor biaya hedging yang dianggap lebih menguntungkan ketimbang transaksi Non-Deliverable Forward biasa. "Karena penerapan DNDF saat ini masih baru dan dengan pricing yang terlihat bagus daripada NDF, maka banyak pelaku pasar memanfaatkan momentum bagus mengonversi dollarnya ke rupiah sehingga kemudian mendorong penguatan rupiah," kata Myrdal, Minggu (11/11). Myrdal mengatakan, DNDF juga turut meminimalisasi spekulasi terkait transaksi rupiah di luar negeri yang selama ini marak terjadi pada transaksi NDF offshore. "Transaksi DNDF juga harus menggunakan underlying sehingga kestabilan rupiah akan terus terjaga," tambahnya. Segendang sepenarian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, transaksi NDF selama ini lebih didominasi oleh aksi spekulasi yang membuat nilai tukar rupiah volatil. "Ada perkiraan, selama ini 80% aktivitas NDF di Singapura itu untuk spekulasi, bukan hedging. Sekarang dengan DNDF, BI harusnya bisa lebih memantau penggunaannya supaya benar-benar untuk perusahaan swasta melakukan lindung nilai," ujar Bhima. Sementara, Ekonom BCA David Sumual mengatakan, DNDF juga membuat permintaan valas di dalam negeri lebih terdistribusi di berbagai rentang waktu. Alhasil, perbedaan kurs (rate gap) rupiah di dalam dan luar negeri tidak lagi begitu lebar. "Selama ini kan kita banyak transaksi di pasar spot sehingga permintaan valas bisa tiba-tiba membludak, menumpuk di sana (pasar spot)," terang David. Dengan adanya DNDF, pengusaha maupun investor pun bisa lebih mudah dan murah melakukan hedging sehingga mencegah fluktuasi nilai tukar akibat permintaan dollar AS yang memuncak sewaktu-waktu. "Sehingga gap kurs pun tidak lagi sebesar dulu dan itu juga bisa membuat rupiah stabil," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Transaksi berkembang, DNDF disambut positif oleh pelaku pasar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) memperdalam pasar valuta asing di dalam negeri melalui penerapan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) disambut positif. BI mencatat sejauh ini volume transaksi DNDF telah mencapai US$ 115 juta. Sejalan dengan itu, nilai tukar rupiah pun tampak stabil di bawah level Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat. Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menilai, implementasi DNDF yang berjalan efektif sejak awal November lalu memang turut membantu penguatan rupiah, di samping kombinasi sentimen eksternal dan domestik lainnya dalam sepekan terakhir. "Ini awal yang baik karena dalam kurun kurang dari dua minggu transaksinya sudah cukup aktif dan mencapai volume yang bagus," ujar Enrico, Minggu (11/11). Senada, Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga berpendapat, capaian volume transaksi DNDF ini didorong oleh pelaku pasar yang memanfaatkan faktor biaya hedging yang dianggap lebih menguntungkan ketimbang transaksi Non-Deliverable Forward biasa. "Karena penerapan DNDF saat ini masih baru dan dengan pricing yang terlihat bagus daripada NDF, maka banyak pelaku pasar memanfaatkan momentum bagus mengonversi dollarnya ke rupiah sehingga kemudian mendorong penguatan rupiah," kata Myrdal, Minggu (11/11). Myrdal mengatakan, DNDF juga turut meminimalisasi spekulasi terkait transaksi rupiah di luar negeri yang selama ini marak terjadi pada transaksi NDF offshore. "Transaksi DNDF juga harus menggunakan underlying sehingga kestabilan rupiah akan terus terjaga," tambahnya. Segendang sepenarian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, transaksi NDF selama ini lebih didominasi oleh aksi spekulasi yang membuat nilai tukar rupiah volatil. "Ada perkiraan, selama ini 80% aktivitas NDF di Singapura itu untuk spekulasi, bukan hedging. Sekarang dengan DNDF, BI harusnya bisa lebih memantau penggunaannya supaya benar-benar untuk perusahaan swasta melakukan lindung nilai," ujar Bhima. Sementara, Ekonom BCA David Sumual mengatakan, DNDF juga membuat permintaan valas di dalam negeri lebih terdistribusi di berbagai rentang waktu. Alhasil, perbedaan kurs (rate gap) rupiah di dalam dan luar negeri tidak lagi begitu lebar. "Selama ini kan kita banyak transaksi di pasar spot sehingga permintaan valas bisa tiba-tiba membludak, menumpuk di sana (pasar spot)," terang David. Dengan adanya DNDF, pengusaha maupun investor pun bisa lebih mudah dan murah melakukan hedging sehingga mencegah fluktuasi nilai tukar akibat permintaan dollar AS yang memuncak sewaktu-waktu. "Sehingga gap kurs pun tidak lagi sebesar dulu dan itu juga bisa membuat rupiah stabil," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News