KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Layanan transfer BI-Fast semakin diminati masyarakat karena biayanya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan layanan transfer
online. Itu tercermin dari jumlah transaksinya yang sudah sangat tinggi. Sejak diluncurkan pada Desember 2021, pertumbuhan transaksi BI-Fast sangat pesat. Bank Indonesia (BI) mencatat transfer BI-Fast hingga Oktober 2022 sudah mencapai 414 juta transaksi dengan volume mencapai Rp 1.393 triliun. Tarif transfer BI-Fast saat ini ditetapkan maksimal Rp 2.500. Dari jumlah itu, Bank Indonesia membebankan biaya kepada peserta sebesar Rp 19, sedangkan sisanya Rp 2.481 akan menjadi pendapatan bank sebagai
issuer/pengirim.
Sehingga jika dikalikan dengan
fee Rp 2.481 per transaksi yang didapat bank sebagai
issuer dan perusahaan
switching yang menyediakan
multi-tenancy infrastruktur BI-Fast telah mencapai Rp 1,02 triliun.
Baca Juga: Pendapatan Bank dan Perusahaan Switching dari BI-Fast Tembus Rp 1 Triliun Doni P Joewono, Deputi Gubernur BI, mengatakan transaksi BI-Fast ini akan terus mengalami peningkatan sejalan dengan akan bertambahnya jumlah peserta ke depan. "Kami meyakini sampai akhir tahun transaksinya akan melebihi 450 juta dengan volume lebih dari Rp 1.500 triliun," ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis (17/11). Untuk bisa menembus target itu, BI akan terus mendorong peningkatan jumlah peserta. Doni bilang, pada akhir tahun ini akan ada 29 peserta baru yang akan masuk dalam batch atau gelombang 5. Saat ini jumlah peserta BI-Fast sudah mencapai 77 yang terdiri dari 76 bank dan satu non bank yakni KSEI. Dengan dibukanya peserta batch 5 maka nantinya akan ada total 106 peserta yang mewakili 87% dari pangsa pasar sistem pembayaran ritel nasional. Sementara pada gelombang 6, BI akan membuka peserta dari lembaga non bank. "Sudah ada 2-3 dari lembaga non bank yang siap untuk masuk," ujar Doni. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) jadi peserta dengan transaksi paling tinggi. Sejak Desember 2021 hingga Oktober 2022, transaksinya mencapai 238,1 juta kali dengan volume Rp 833,1 triliun. Hera F Haryn, EVP Sekretariat dan Komunikasi Perusahaan BCA mengatakan transaksi itu akan terus meningkat sejalan dengan implementasi BI-Fast pada
mobile banking sejak Juni 2022. BCA berinvestasi sendiri dalam mengembangkan
connector untuk terhubung dengan infrastruktur BI-Fast. Sehingga jika dikalikan dengan
fee Rp 2.481 per transaksi yang didapat bank sebagai
issuer maka total
fee yang dikantongi perseroan dari layanan BI-Fast mencapai Rp 590,7 miliar. Adapun PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan transaksi BI-Fast lewat Livin' By Mandiri 200 juta hingga Oktober dengan nilai transaksi Rp 600 triliun.
SVP Transaction Banking Retail Sales Bank Mandiri, Thomas Wahyudi, mengatakan transaksi diproyeksikan akan mencapai 250 juta sampai akhir 2022 dengan nilai transaksi lebih dari Rp 750 triliun. Mengingat Bank Mandiri juga melakukan investasi sendiri BI-Fast maka
fee yang dikantongi bank pelat merah ini dari layanan BI-Fast mencapai Rp 496,2 miliar.
Baca Juga: Catatkan Transaksi BI-Fast 31,4 Juta Kali, BRI Dapat Fee Berapa? Dengan peningkatan transaksi BI-Fast tersebut, transaksi transfer
online pada super Apps Livin' Bank Mandiri tercatat pada bulan Oktober secara hanya menyisakan sekitar 10% transaksi dari total transfer antar bank. Thomas mengatakan, penurunan transfer
online itu sudah sejalan dengan komitmen Bank Mandiri untuk terus menghadirkan kemudahan serta biaya transfer murah kepada seluruh pengguna super Apps Livin' Bank Mandiri. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mencatat transaksi BI-Fast 31,2 juta kali dengan volume mencapai Rp 34 triliun. Sampai akhir tahun diperkirakan akan mencapai 39,4 Juta Transaksi. Aestika Oryza Gunarto, Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan, pihaknya akan terus mendorong peningkatan transaksi BI Fast, salah satunya melalui perluasan
channel baru seperti IBBIZ. BRI berinvestasi sendiri dalam mengembangkan
connector untuk terhubung dengan infrastruktur BI-Fast maka
fee yang didapat dari layanan BI-Fast mencapai Rp 77,4 miliar. Dengan adanya peningkatan transaksi BI Fast dan adanya perubahan preferensi nasabah dalam memilih fitur transfer antar bank tersebut berdampak pada peningkatan komposisi transaksi BI Fast, sedangkan transfer
online mengalami penurunan.
"Adapun sampai dengan bulan Oktober 2022 secara rata-rata terdapat penurunan jumlah transfer
online sebesar 6,13%," pungkas Aestika. Dengan pesatnya pertumbuhan transaksi transfer BI-Fast, BI berencana untuk menurunkan biaya
fee transaksi. Namun, Doni mengatakan, rencana kebijakan tersebut masih akan terus
review ke depan. Saat ini fokus BI masih ingin memperluas fitur BI-Fast. Untuk menjadi peserta BI-Fast, ada tiga alternatif yang diberikan BI saat ini yakni investasi infrastruktur sendiri,
sharing infrastruktur fisik, dan
sharing multitenancy dengan pihak ketiga. Ke depan, BI akan menambah satu cara lagi yakni dengan koneksi API Gateaway. Jika bank berinvestasi sendiri maka biaya BI-Fast yang dibayarkan nasabah per transaksi setelah dikurangi setoran ke BI masuk semua ke kantong bank tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi