Transaksi DBS-Danamon terancam



JAKARTA. Ada yang mengejutkan dari revisi Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan (SPP). Beleid yang berlaku awal 2013 ini membolehkan investor atau pemodal memiliki bank lebih dari satu asalkan membentuk bank holding company atau financial holding company berbadan hukum Indonesia.

Pembentukan holding bank wajib bagi investor non-bank yang memiliki lebih dari satu bank. Ketentuan ini juga berlaku bagi pemegang saham pengendali  yang berkedudukan di luar negeri. Sedangkan holding finansial berlaku untuk induk usaha berbentuk bank yang memiliki beberapa anak usaha bank dan non-bank.

BI juga membuat ketentuan tentang fungsi holding yang hanya berlaku bagi pemegang saham pengendali yang berbentuk bank berbadan hukum Indonesia atau milik negara (BUMN). Mereka tidak perlu membuat holding, tapi cukup membentuk unit khusus dan ada direktur khusus untuk menjalankan fungsi holding ini.


Ketentuan lain, BI akan memberikan insentif jika pemegang saham pengendali menggabungkan bank miliknya. Insentif itu berupa kelonggaran sementara pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM), perpanjangan penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Kredit (BMPK), kemudahan pembukaan cabang dan pelonggaran sementara penerapan good corporate governance (GCG).

Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan penyempurnaan ini bertujuan meningkatkan skala ekonomi bank yang modal intinya masih di bawah Rp 1 triliun. "Bagi bank yang akan merger atau konsolidasi ada insentif," katanya, pada acara Banker's Dinner, Jumat (23/11).

Relaksasi SPP merupakan kelanjutan aturan kepemilikan saham yang dikaitkan dengan tingkat kesehatan dan GCG bank, yang terbit beberapa bulan lalu. Mengacu beleid itu, jika bank memiliki tingkat GCG dan kesehatan yang rendah atau berada di level 3 hingga 5, pemilik wajib mendivestasikannya.

Dengan merevisi aturan SPP, investor termotivasi untuk membeli bank yang  terkena kewajiban divestasi. "Kami memberi keleluasaan bagi mereka memiliki banyak bank tanpa harus merger," kata Irwan Lubis, Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI.

Berlaku surut

Yang menarik, aturan ini berlaku surut. Artinya, investor yang terlanjur punya bank lebih dari satu wajib membentuk holding company di Indonesia. Yang pertama terkena imbas adalah Bank Danamon dan DBS Indonesia. Transaksi pengalihan kepemilikan di level pemegang saham terancam buyar. "Mereka harus penuhi aturan ini. Jadi, mereka bikin holding company dulu, setelah itu silakan lanjutkan proses akuisisi," kata Irwan. Karena induk usahanya sudah berbadan hukum Indonesia, konsekuensi proses dan tata cara akuisisi mengikuti aturan main yang berlaku di negeri ini.

DBS Indonesia dan Danamon sama-sama dimiliki Temasek. Pada April 2012, Fullerton Financial Holdings, unit Temasek yang mengendalikan Danamon, bersepakat dengan DBS Holdings. Fullerton akan menjual saham miliknya ke DBS, sehingga Danamon otomatis jatuh ke dekapan DBS. Rencana aksi akuisisi tersebut kini menjadi tidak jelas dan terancam buyar.

Presiden Direktur Bank Danamon, Henry Ho, mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan keputusan BI tentang revisi aturan SPP ini: apakah akan membentuk holding company atau menggabungkan DBS-Danamon. Maklum, keputusan itu ada di tangan pemilik atau calon pemilik baru. "Saya tidak tahu, apakah akan merger atau holding company," katanya. Dia juga belum bisa menghitung untung rugi dari merger atau membuat holding company.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can