KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volume transaksi dan partisipasi anggota di bursa CPO dinilai masih minim di sepanjang tahun
2024. Hal ini pun mempengaruhi kinerja sejumlah emiten crude palm oil (CPO). Asal tahu saja, Indonesia Comodity & Derivatives Exchange (ICDX) mencatat total volume transaksi CPOTR sejak awal tahun hingga 10 Juni 2024 mencapai 13.359 lot. Adapun untuk partisipasi anggota dalam bertransaksi di bursa CPO baru 7-8 anggota dari jumlah 49 anggota.
Sejumlah emiten
crude palm oil (CPO) pun angkat bicara. Mereka saat ini mengaku memang masih belum berpartisipasi langsung di bursa CPO karena belum melakukan ekspor. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) melihat, kehadiran bursa CPO secara umum diharapkan dapat meningkatkan kegiatan bertansaksi, sehingga akan dapat mempercepat proses ekspor.
Meskipun begitu,
Head of Investor Relation SGRO Stefanus Darmagiri mengatakan, saat ini seluruh penjualan CPO Perseroan ditujukan untuk pasar domestik. “Oleh karena itu, kami akan terus memantau terkait dengan adanya bursa CPO ini,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (14/6).
Baca Juga: Transaksi di Bursa CPO Masih Minim, Begini Respons Emiten Kelapa Sawit PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) mengaku juga masih berfokus pada penjualan domestik, sehingga belum melakukan ekspor dan tidak terlibat langsung dengan Bursa CPO.
Corporate Secretary Triputra Agro Persada Joni Tjeng mengatakan, Bursa CPO dibentuk untuk mengidentifikasi harga referensi CPO Indonesia dan membantu proses verifikasi untuk semua perdagangan ekspor termasuk tantangan dari European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR). “TAPG terus mengikuti perkembangan dari Bursa CPO dan akan mengikuti kebijakan terkait Bursa CPO,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (14/6).
Equity Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan mencermati, secara keseluruhan masih dibutuhkan waktu untuk melihat dampak daripada bursa CPO ini terhadap kinerja emiten CPO. Namun pada dasarnya, bursa CPO ini diharapkan bisa menciptakan pembentukan harga acuan yang transparan, akuntabel, dan juga relatif stabil untuk komoditas sawit Indonesia.
“Saat ini, harga CPO cenderung masih tercipta melalui mekanisme pasar dan
business to business (B2B),”ujarnya kepada Kontan, Rabu (19/6). Selain itu, dengan adanya mekanisme perdagangan lewat bursa CPO, pelaku industri sawit yang berorientasi ekspor juga dapat diuntungkan.
“Ini apabila ke depannya, bursa CPO Indonesia dapat menjadi acuan untuk perdagangan internasional, sehingga tidak hanya mengacu kepada bursa CPO Malaysia,” paparnya.
Darma melihat, kinerja produksi sawit para emiten secara tren rata-rata tahunan di kuartal II 2024 akan lebih baik dibandingkan kuartal I 2024.
Ini disebabkan oleh faktor cuaca yang lebih baik di kuartal II, sehingga panen tandan buah segar (TBS) juga meningkat. Namun, di sisi lain, harga rata-rata kuartalan CPO sampai dengan hari ini masih cenderung flat.
“Sehingga, apabila nantinya ada perbaikan kinerja pendapatan emiten-emiten sawit di kuartal II, akan lebih dipengaruhi oleh volume penjualan yang harapannya lebih baik atas dasar ekspektasi produksi yang meningkat juga secara kuartalan,” ungkapnya.
Baca Juga: Harga CPO Bergerak di Kisaran RM 4.000 Per Ton, Intip Prospek Selanjutnya Melansir
Trading Economics, harga CPO baru naik 0,05% secara bulanan dan malah turun 1,04% secara mingguan ke MYR 3.920 per ton. Menurut Darma, harga CPO masih cenderung
flat dari awal tahun sampai dengan hari ini. Secara year to date (ytd), harga CPO ada di kisaran MYR 4.000. Darma melihat, harga CPO sampai dengan akhir tahun masih cenderung akan bergerak di kisaran level sekarang ini. “Katalis untuk emiten CPO sendiri dalam jangka pendek-menengah di tahun 2024 akan dipengaruhi terkait ekspektasi permintaan domestik dan juga ekspor, serta perubahan peraturan seperti DMO dan update lebih lanjut soal bursa CPO Indonesia,” tuturnya.
Alhasil, Darma pun masih belum memberikan rekomendasi untuk saham emiten sawit.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto melihat, pergerakan harga saham SGRO ada di level
support Rp 1.940 per saham dan
resistance Rp 2.020 per saham, dengan indikator MACD
bearish divergence. William pun merekomendasikan wait and see untuk SGRO. Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo melihat, pergerakan harga saham TAPG berada di level support Rp 505 per saham dan resistance Rp 600 per saham. William juga merekomendasi
wait and see untuk TAPG. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih