Transaksi Digital Ngebut, Pemerintah Tunjuk PMSE Domestik Jadi Pemungut PPN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Aturan ini ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada tanggal 2 Desember 2022 dan diundangkan pada tanggal yang sama.  PP nomor 44/2022 ini merupakan aturan pelaksanaan PPN dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam Pasal 5 PP tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memiliki kewenangan untuk menunjuk pihak lain untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN. Pihak lain yang dimaksud merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi, termasuk transaksi yang dilakukan secara elektronik paling sedikit berupa pedagang, penyedia jasa, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronoik (PMSE).


Adapun pedagang atau penyedia jasa tersebut merupakan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar daerah pabean yang melakukan transaksi dengan pembeli atau penerima jasa di dalam daerah pabean melalui sistem elektronik milik sendiri.

Baca Juga: Realisasi PNBP Tahun Ini Diperkirakan Lampaui Target, Begini Kata Kemenkeu

Oleh karena itu,  Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono membenarkan bawa PP Nomor 44/2022 memberikan keleluasaan negara untuk menunjuk perusahaan perdagangan elektronik domestik untuk memungut pajak, yang selama ini belum ditugaskan negara untuk melakukan pungutan PPN.

"Perkembangan ekonomi digital memungkinkan transaksi yang selama ini terjadi difasilitasi oleh penyedia platform yang menjadi penyelenggara PMSE, baik PPMSE lokal maupun asing," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (11/12).

Menurutnya, mengingat domain mekanisme pemungutan PPN mengacu pada UU PPN, maka peraturan untuk melaksanakan UU PPN tersebut menggunakan PP Nomor 44/2022. Hanya saja, dirinya menegaskan bahwa berdasarkan PP tersebut, Ditjen Pajak tidak secara leluasa memungut PPN. Akan tetapi, Menteri Keuangan diberi kewenangan oleh UU KUP dan PP Nomor 44/2022 untuk menunjuk PPMSE sebagai pemungut PPN.

"Mekanisme tersebut dilandasi oleh pertimbangan kemudahan administrasi dan produktivitas penerimaan PPN," katanya.

Prianto yakin, semakin banyak pihak yang berkewajiban  memungut, menyetor, dan melaporkan PPN seiring dengan perkembangan ekonomi digital, maka diharapkan produktivitas penerimaan PPN akan meningkat.  Sesuai dengan UU APBN 2023, diharapkan target penerimaan PPN sebesar Rp 742 triliun. Nilai tersebut setara dengan 30,16% dari total target penerimaan di APBN 2023 atau 36,76% dari total penerimaan pajak di APBN 2023.

Untuk diketahui, memang pemerintah telah menerapkan kebijakan PPN PMSE sejak tahun 2020. Pemerintah juga telah mendulang penerimaan yang  lumayan besar dari sektor ini. Hanya saja, PPN PMSE yang berlaku saat ini hanya mengakomodasi pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak (JKP). Selain itu, hanya dipungut, disetor dan dilaporkan oleh pedagang/penyedia jasa luar negeri.

Baca Juga: Jaga Inflasi, BI Ingatkan Jaga Pasokan Beras

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sampai dengan 30 November 2022, jumlah setoran PPN PMSE ke kas negara telah mencapai Rp 9,66 triliun. Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, dan Rp 5,03 triliun setoran tahun 2022.

Setoran sebesar Rp 9,66 triliun tersebut berasal dari 112 pelaku usaha PMSE. Nah, sebanyak 112 pelaku usaha PMSE tersebut merupakan bagian dari 134 pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk untuk memungut PPN atas produk digital luar negeri yang dijual di dalam negeri. Jumlah tersebut bertambah tiga pelaku usaha jika dibandingkan bulan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi