Transaksi jual beli waran FREN kacau



JAKARTA. Gelombang aksi korporasi PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) masih menyisakan keganjilan. Selain saham, transaksi waran FREN seri dua juga kacau balau.

Harga waran FREN (FREN-W), pada Kamis (16/2) lalu, sempat melesat hingga Rp 600, dari sebelumnya hanya Rp 15 per waran. Harga FREN-W ditutup di level Rp 400. Di hari yang sama, harga waran FREN melampaui harga saham pokok yang dibuka Rp 400 per saham dan berakhir di posisi Rp 300 per saham.

Seorang pelaku pasar membisikkan, harga FREN-W meroket lantaran salah satu sekuritas belum menyesuaikan harga waran pasca-aksi FREN. Emiten yang dikendalikan grup Sinarmas ini tengah melaksanakan tiga aksi: membundel saham (reverse stock split), penawaran umum terbatas tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), dan penawaran umum terbatas dengan HMETD alias rights issue. "Ada yang salah posisi jual, beberapa settlement belum menyesuaikan harga beserta jumlah waran setelah reverse stock," ungkap sumber KONTAN, akhir pekan lalu.


FREN membundel saham dengan rasio 20:1. Harga FREN yang semula Rp 50 per saham menjadi Rp 1.000 per saham. Sejatinya, jumlah dan harga waran FREN ikut digabung dengan rasio yang sama. Lantaran satu sekuritas tak menyesuaikan skema itu, sejumlah nasabah menjual waran FREN dengan harga pasca reverse stock, tapi jumlah warannya tak berubah.

Akibatnya, investor menanggung risiko gagal serah saat penyerahan efek, yaitu tiga hari setelah transaksi (T+3). Misalnya, satu investor punya 400 waran FREN sebelum reverse stock. Pasca aksi itu, waran miliknya semestinya jadi 20 unit. Tapi si investor berpikir masih punya 400 waran dan menjualnya di harga setelah reverse stock. Dus, ia harus mencari kekurangan waran, yaitu 380 unit. Inilah yang memicu harganya naik.

Jika pada T+3, Selasa (21/2), memang terjadi gagal serah, si investor penjual harus membayar kekurangan efek itu di harga tertinggi selama tiga hari transaksi.

Beban investor

Direktur Keuangan FREN Antony Susilo mengaku tidak mengetahui masalah itu. "Wah, kami tidak tahu itu," ucap dia. Antony hanya menjelaskan, waran itu terbit bersamaan dengan penawaran umum terbatas I pada Januari 2011. FREN merilis saham baru seri B dengan HMETD sebanyak 75,68 miliar saham. Harga eksekusinya Rp 50 per saham. Di saat yang sama, FREN mencetak 14,98 miliar waran seri II. Ketentuannya, setiap 101 saham seri B baru melekat 20 waran II.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indoensia (BEI) Eddy Sugito pun bilang, tak tahu pasti persoalan yang terjadi. Tapi, ia menduga, ada kelebihan penjualan waran FREN di pasar. "Ini sedang diinvestigasi oleh bagian pengawasan kami," tutur dia.

Uriep Budhi Prasetyo, Direktur Pengawasan Transaksi & Kepatuhan BEI, tak menjawab panggilan dan SMS dari KONTAN.

Kisruh transaksi saham dan waran FREN berbarengan dengan agenda aksi korporasi yang hampir bersamaan. FREN mencatatkan saham hasil pembundelan, Kamis (16/2). Di hari yang sama, terjadi ex-date rights issue emiten ini. FREN merilis 13,36 miliar saham seri C di harga pelaksanaan Rp 100 per saham. Tiap pemegang satu saham seri A atau B mendapat dua HMETD.

Harga teoritis saham FREN di hari pertama setelah aksi tersebut jadi Rp 400 per saham. Angka itu diperoleh dari harga saham hasil pembundelan Rp 1.000 plus Rp 200 (2 x Rp 100 per saham rights issue) jadi Rp 1.200. Hasilnya lalu dibagi tiga sesuai jumlah saham setelah rights issue. Dus, ketemu Rp 400 per saham. Uniknya, kendati distribusi sahamnya baru terjadi pada 21 Februari, harga penyesuaian sudah berlaku 16 Februari 2012.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie