Transaksi Judi Online Marak, Pemberantasan Semakin Gencar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan transaksi judi online masih besar. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan total transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp 100 triliun pada kuartal I-2024. 

Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang 2023, transaksi judi online mencapai Rp 327 triliun. 

Dalam upaya memberantas judi online, Budi menerangkan pihaknya telah memutus akses sebanyak 1.918.520 konten judi online sejak periode Juli 2023 hingga 22 Mei 2024. 


"Kemenkominfo juga telah mengajukan penutupan terhadap 555 akun e-wallet atau dompet digital terkait judi online ke Bank Indonesia selama periode 5 Oktober hingga 22 Mei 2024," katanya dalam konferensi pers secara daring, Jumat (24/5).

Selain itu, Budi mengatakan Kemenkominfo juga melakukan pengajuan pemblokiran 5.364 rekening bank terkait judi online kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 17 September 2023 sampai 22 Mei 2024.  

Baca Juga: Siap-siap, Platform Digital Bakal Didenda Jika Tak Menghapus Konten Judi Online

Budi menyebut pihaknya juga telah melakukan takedown sebanyak 18.877 konten yang disisipkan di situs pendidikan dan 22.714 konten sisipan pada situs pemerintahan sejak awal 2023 hingga 22 Mei 2024. 

Dia menjelaskan besarnya jumlah transaksi itu mengindikasikan bahwa praktik judi online masih marak di Indonesia. Dia mengatakan besarnya jumlah transaksi itu juga mengindikasikan adanya dugaan pencucian uang melalui praktik tersebut.

"Dalam berbagai analisa kita melihat ada hal lain dari nilai transaksi, termasuk ada indikasi pencucian uang," ujarnya.

Budi mengatakan Kemenkominfo akan terus berupaya meminimalisir praktek judi online ke tingkat yang paling rendah. Dalam upayanya tersebut, OJK, Bank Indonesia, dan kepolisian, serta pemerintah akan melakukan lobi dengan negara lain yang ada praktek judi legal. 

"Dengan demikian, perintah Presiden Jokowi bisa dijalankan dengan memutus mata rantai judi online, dari pembayaran hingga website," katanya.

Berdasarkan data PPATK, jumlah kumulatif transaksi Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) per kelompok industri tercatat sebesar 3,54 juta laporan pada Januari 2024 hingga April 2024. 

Secara rinci, PPATK menyebut terdapat transaksi LTKM sebanyak 1,79 juta laporan di perbankan dari Januari 2024 hingga April 2024, sedangkan ada 1,75 juta laporan di bidang non bank dari Januari 2024 hingga April 2024. 

Di bidang non bank, jumlah transaksi LTKM terbanyak berasal dari penyelenggara e-money atau e-wallet sebanyak 1,25 juta laporan periode Januari 2024 hingga April 2024.  

Mengenai hal itu, Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan jumlah transaksi mencurigakan yang tercatat dalam data PPATK tersebut juga termasuk transaksi judi online.

"Iya, termasuk juga judi online," katanya kepada Kontan.

Natsir menyebut nantinya laporan yang telah dikumpulkan oleh PPATK akan diteruskan kepada penyidik dari kepolisian hingga lembaga terkait untuk ditindak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 

Baca Juga: Wow, Total Transaksi Judi Online Capai Rp 100 Triliun di Kuartal I 2024

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan pada 2023, proporsi deposit para pemain judi melalui dompet digital kurang lebih mencapai Rp 7,6 triliun atau 23%. Sisanya, masih menggunakan jasa perbankan konvensional.

"Berdasarkan profil pemain judi yang diidentifikasi, kurang lebih 90% dapat dikategorikan sebagai masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan rata-rata sekitar Rp 5 juta, dengan transaksi deposit yang nilainya tidak lebih dari Rp 100.000 sekali deposit," katanya kepada Kontan.

Ivan menyebut profesinya sangat beragam baik dari pelajar atau mahasiswa, karyawan swasta, dan lainnya.

Mengenai adanya transaksi judi online lewat dompet digital, Menkominfo Budi Arie juga sempat membeberkan ciri-cirinya. Dia menyebut ciri-cirinya itu transaksi satu arah. 

"Jadi, dananya itu dikumpul ke pengepul (rekening pengumpul dana). Dengan demikian, rekening pengepul itu yang bisa ditengarai sebagai e-wallet dari judi online," tuturnya.

Sementara itu, salah satu platform dompet digital, Astrapay, mengaku tak pernah menemukan transaksi mencurigakan terkait judi online. Chief Marketing Officer AstraPay Reny Futsy Yama menyebut pihaknya juga tak pernah bekerja sama dengan penyelenggara judi online.

"Kami belum pernah terindikasi digunakan dalam transaksi judi online. kami tidak pernah bekerja sama dengan penyelenggara judi online," katanya kepada Kontan.

Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda juga turut angkat bicara terkait masih maraknya transaksi judi online lewat dompet digital. 

Dia menyebut demografi transaksi judi online tak terlalu jauh beda dengan demografi pinjaman online. Sebab, pihaknya menemukan tren yang sama dalam pencarian pinjaman online dan judi online. Dia mengatakan mayoritas transaksi dilakukan oleh usia muda.

Baca Juga: Hingga Mei 2024, Menkominfo Putuskan Akses 1,9 Juta Konten Judi Online

"Hal tersebut kemungkinan besar berkorelasi positif. Demografi dengan usia muda, laki-laki dan tinggal di perkotaan. Bagi mereka akses internet bukan menjadi persoalan. Mereka juga kerap mendapatkan informasi dari media sosial," ujarnya kepada Kontan.

Oleh karena itu, Nailul menerangkan salah satu cara yang harus dilakukan memang memutus mata rantai transaksi judi online. Dia bilang pihak yang berwenang harus kerja sama dengan ISP memblokir situs judi plus informasinya. 

"Selain itu, influencer yang terafiliasi judi online juga harus diboikot dan dihukum," kata Nailul. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi