Transaksi obligasi korporasi tertekan



JAKARTA. Pasar obligasi korporasi semakin sesak. Sejumlah obligasi anyar dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), awal bulan ini (lihat tabel). Analis menilai, perdagangan obligasi korporasi baru itu akan terimbas tekanan inflasi. Akibatnya, harga sulit naik.

Herdi Ranu Wibowo, Head of Fixed Income BCA Sekuritas mengatakan, kenaikan inflasi mengakibatkan pasar obligasi sekunder menjadi sepi. "Pelaku pasar masih wait and see, sehingga saya prediksi harga akan stagnan. Apabila harga tidak turun saja di pasar sekunder, sudah sangat bagus," kata Herdi, akhir pekan lalu.

Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat, investor mulai menahan diri pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Data Penerimaan Laporan Transaksi Efek (PLTE) menunjukkan, rata-rata volume perdagangan harian obligasi pemerintah dan obligasi korporasi sepanjang pekan terakhir bulan Juni periode 24 Juni–28 Juni 2013, tercatat hanya Rp 4 triliun per hari atau turun 49,8% dibanding pekan sebelumnya yang mencapai Rp 7,98 triliun per hari.


Rata-rata frekuensi harian obligasi di pasar sekunder juga turun 3,99% menjadi 284 transaksi per hari dibandingkan pekan sebelumnya 296 transaksi per hari. 

Padahal, kata Herdi, instrumen yang dicatatkan cukup menarik. Obligasi Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN), misalnya, memiliki faktor risiko yang terukur. Pasalnya, bank pensiunan ini telah beberapa kali menerbitkan obligasi.

Analis Millenium Danatama Asset Management, Desmon Silitonga mengatakan hal senada. Kenaikan inflasi mengakibatkan pasar sekunder obligasi korporasi tertekan.

Akibatnya, harga obligasi anyar sulit mengalami kenaikan. "Investor memang saat ini cenderung untuk tidak mengambil posisi," kata Desmon.

Selain itu, karakteristik obligasi korporasi kurang likuid apabila dibandingkan dengan surat utang negara (SUN). Hal itu mengakibatkan investor cenderung menggenggam obligasi hingga jatuh tempo sehingga harga obligasi juga sulit menanjak.

Artinya, saat pencatatan tidak langsung dilepas. "Misalnya seperti investor seperti dana pensiun, sebenarnya diberi pilihan apakah mereka trading atau keep. Namun biasanya banyak milih keep to maturity," papar Desmon.

Oleh karena itu transaksi obligasi dan sukuk korporasi lebih sepi ketimbang SUN. Desmon menambahkan, tekanan di pasar sekunder obligasi korporasi akan mulai mereda September nanti.

Sejak akhir pekan lalu hingga Selasa besok (9/7), ada beberapa obligasi korporasi yang melantai di bursa. Total nilai obligasi dari delapan emiten ini mencapai Rp 6,22 triliun.

Dengan pencatatan hingga 9 Juli 2013, maka total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang tahun 2013 di Bursa Efek Indonesia mencapai Rp 41,51 triliun. Sedangkan, total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di

BEI berjumlah 232 emisi dengan nilai nominal outstanding penerbitan surat utang sebesar Rp 210,60 triliun dan US$ 100 juta.

Pencatatan Obligasi Baru di BEI
Emiten Nilai (Rp miliar) Tenor (tahun) Kupon (%)
Bank Tabungan Pensiunan Nasional 800 3, 5 7,75%, 8,25%
Batavia Prosperindo Finance 300 1, 2, 3 9,25%, 9,5%, 10,75%
PTPN X 700 5 8,9%
MNC Kapital Indonesia 225 5 12.00%
PLN (plus sukuk) 1.000 7, 10 8%, 8,25%
Garuda Indonesia 2.000 5 9,25%
Bank Mayapada 700 7 11.00%
Intiland Development 500 3, 5 9,75%, 10%
sumber: Kustodian Sentral Efek Indonesia
Transaksi Obligasi & Sukuk Korporasi
(dalam Rp miliar)
Bulan Obligasi Sukuk
Total per hari Total per hari
Januari 11.170,80 531,94 377,60 17,98
Februari 11.294,26 564,71 463 23,15
Maret 17.726,91 932,99 1.158 60,95
April 15.515,36 705,24 980 44,55
Mei 17.115,90 777,99 970,50 44,11
sumber: Bursa Efek Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati