KONTAN.CO.ID - Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung satu tahun membawa dampak perlambatan ekonomi dunia, termasuk di Indonesia. Salah satu bahaya perlambatan ekonomi adalah menurunnya kemampuan pengembalian kredit oleh pelaku usaha sehingga meningkatkan restrukturisasi kredit perbankan. Situasi ini dapat memicu tekanan likuiditas perbankan sehingga meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan, yang dapat berdampak pada menurunnya volume transaksi di pasar uang. Penurunan tersebut salah satunya mengindikasikan adanya hambatan pelaku pasar dalam melakukan pendanaan melalui pasar uang. Padahal, peran perbankan sangat dominan dalam pembiayaan perekonomian nasional. Pasar keuangan yang dalam dapat menjadi salah satu kunci menahan dampak ketidakpastian. Pada pasar keuangan yang dalam terdapat variasi instrumen disertai basis pelaku yang luas sehingga pelaku pasar dapat memilih instrumen yang sesuai kebutuhan maupun kondisi ekonomi.
Untuk itu, upaya pendalaman pasar uang menjadi krusial, seiring upaya perbaikan ekonomi domestik melalui program vaksin nasional maupun akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui penerbitan UU Cipta Kerja. Pasar uang yang dalam akan menjadi katalis penyedia sumber pendanaan jangka pendek guna memenuhi kebutuhan pembiayaan nasional. Salah satu indikator masih dangkalnya kondisi pasar uang rupiah dapat dilihat dari prosentase ratarata harian transaksi pasar uang terhadap produk domestik bruto. Berdasarkan survei
Working Group of Financial Market Execuvites Meeting of East Asia Pacific (EMEAP) Central Bank 2018, prosentase volume transaksi pasar uang terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih rendah dengan nilai di bawah 5%. Lebih rendah dibandingkan dengan Singapura dan Hong Kong, yang masing masing memiliki persentase 8% dan 12%. Pada struktur mikro pasar uang, ragam transaksi pasar uang rupiah masih terbatas dan didominasi transaksi dengan jangka waktu sangat pendek. Ragam transaksi pasar uang saat ini sebagian besar berupa pinjam meminjam antar bank tanpa agunan
(call money market) serta transaksi pertukaran secara berjangka
(swap) valuta asing terhadap rupiah. Sebaliknya, volume transaksi pinjam meminjam dengan agunan atau transaksi
repurchase agreement (repo) relatif kecil. Berdasarkan laporan harian bank umum tahun 2020, pangsa volume repo di kisaran 2% dari total transaksi repo,
call money market dan
swap valuta asing terhadap rupiah. Dari sisi jangka waktu, sebagian besar transaksi pasar uang memiliki jangka waktu sampai dengan satu minggu.
Pengembangan repo Keterbatasan ragam transaksi, pelaku maupun konsentrasi transaksi pada jangka waktu sangat pendek menyebabkan ketidaksempurnaan pembentukan tingkat harga (suku bunga) di pasar uang. Sebaiknya tingkat harga suku bunga terbentuk dari transaksi yang relatif besar pada berbagai jangka waktu sehingga memadai untuk dijadikan referensi tingkat suku bunga produk keuangan lain untuk berbagai jangka waktu. Pengembangan repo memiliki peran strategis menahan dampak ketidakpastian pasar uang. Repo yang mensyaratkan adanya agunan akan menurunkan risiko gagal bayar yang cenderung tinggi saat ketidakpastian kondisi ekonomi tinggi. Selain itu, pengembangan repo tidak hanya memiliki dampak pada pengembangan pasar uang namun juga pasar keuangan secara luas. Repo yang berkembang akan mendorong perkembangan pasar surat berharga yang menjadi agunan repo menjadi lebih aktif. Peran strategis tersebut melatarbelakangi ditetapkannya inisiatif pengembangan repo dalam Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) yang diluncurkan Bank Indonesia pada 14 Desember 2020. Repo yang berkembang memiliki berbagai benefit bagi pelaku pasar.
Pertama, pelaku pasar yang menginvestasikan dana pada surat berharga jangka panjang dengan imbal hasil tinggi dapat mengagunkan surat berharganya dalam repo saat memerlukan likuiditas.
Kedua, adanya agunan menjadikan repo aman sehingga diterima oleh pelaku yang lebih luas, tidak hanya bank.
Ketiga, adanya agunan dalam repo memungkinkan pelaku mentransaksikan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Ketiga hal tersebut dapat mendorong pembentukan harga di pasar uang lebih baik. Upaya pengembangan repo dilakukan pada aspek produk/transaksi, partisipan, harga dan infrastruktur. Pengembangan aspek produk antara lain melalui standardisasi teknis transaksi sehingga repo yang dipandang kompleks menjadi lebih sederhana dan akseptansi surat berharga yang lebih luas sebagai agunan repo, tidak hanya Surat Berharga Negara (SBN). Pengembangan aspek partisipan dilakukan melalui edukasi untuk meningkatkan kesadaran pelaku pasar bank maupun nonbank terhadap pentingnya repo sebagai sarana pengelolaan likuiditas dan optimasi aset yang aman. Pengembangan aspek harga dilakukan dengan mendorong perbaikan pembentukan suku bunga repo agar lebih kompetitif dibanding suku bunga transaksi pasar uang lainnya. Pengembangan aspek infrastruktur dan sistem dilakukan dari infrastruktur untuk transaksi repo sampai dengan infrastruktur penyelesaian repo. Pengembangan infrastruktur perlu terintegrasi sehingga repo dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, lawan transaksi luas dan harga transparan. Peran strategis dan manfaat repo perlu dipahami regulator dan pelaku pasar. Sebagai bagian pelaksanaan BPPU 2015, Bank Indonesia melakukan intensifikasi edukasi repo ke perbankan dan harmonisasi regulasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mendukung pengembangan repo. Dampak dari upaya tersebut, pangsa volume total repo meningkat dari 2% (selama tahun 2020) menjadi 20% (
year-to-date; sampai dengan minggu III Februari 2021) dari total transaksi repo,
call money market dan
swap valuta asing terhadap rupiah merujuk laporan harian bank umum. Perkembangan repo yang cukup baik tersebut perlu dilanjutkan dengan dukungan dan sinergi antar regulator pasar keuangan serta pelaku pasar. Berkembangnya repo diharapkan tidak hanya mendorong berkembangnya pasar uang, namun juga segmen pasar keuangan lain seperti pasar surat utang.
Pasar keuangan yang berkembang perlu didukung adanya stabilitas sistem keuangan. Transaksi repo yang bersifat aman sesuai dalam menjawab kebutuhan pengembangan pasar keuangan dan stabilitas sistem keuangan, sebagai pilar sumber pembiayaan ekonomi nasional dalam mencapai Indonesia Maju 2045. Penulis : Astrika Erlin N.S Asisten Direktur Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti