JAKARTA. Melemahnya nilai tukar rupiah memicu lonjakan transaksi surat berharga negara (SBN) berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS). Investor menyerbu SBN guna menghindari rugi kurs lebih dalam. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, pada periode Januari sampai Juli 2015, aktivitas transaksi SBN dollar AS mencapai US$ 1,36 miliar, melonjak 1.609,27% dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Dari sisi frekuensi, transaksi SBN yang berdenominasi dollar AS mencapai 69 kali ketimbang sebelumnya 12 kali. Sedangkan rata-rata transaksi harian naik 1.537,55% dari US$ 0,58 juta ke US$9,52 juta per hari.
Pada periode yang sama, transaksi SBN berdenominasi rupiah senilai Rp 2.108,61 triliun, hanya naik 37,09%. Frekuensi transaksi 100.900 kali, naik dari sebelumnya 85.317 kali. Rata-rata transaksi harian naik dari Rp 11,23 triliun per hari menjadi Rp 14,75 triliun per hari. Ariawan, Analis Sucorinvest Central Gani, menilai, depresiasi rupiah menyebabkan investor asing beralih masuk ke SBN denominasi dollar AS. Pasalnya, instrumen tersebut tidak terpapar currency risk. "Sehingga memicu kenaikan perdagangan SUN valas," tutur Ariawan. Selain itu, nominal outstanding SBN valas juga semakin besar akibat penerbitan SBN valas oleh pemerintah tahun ini. Ariawan memperkirakan, minat investor masih akan tinggi pada SBN berbasis dollar AS. Apalagi, yield US Treasury juga tidak naik tinggi. Di sisi lain, yield SBN dollar AS juga masih cukup tinggi. "Sehingga yield spread antara US Treasury dengan SBN dollar AS masih relatif lebar, dan ini akan menarik bagi asing," kata dia. Terkaparnya nilai tukar rupiah, menurut Analis Fixed Income Samuel Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus, menyebabkan keluarnya dana asing dari SBN. Investor cemas dan tidak ingin rugi kurs yang lebih dalam "Penyerapan anggaran yang minim dan kondisi pemerintahan yang belum optimal memicu pihak asing masih akan beranjak," tutur dia. Obligasi korporasi lesu Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan, dana asing di SBN per 13 Agustus 2015 senilai Rp 539,48 triliun turun dari posisi 7 Agustus 2015 Rp 541,199 triliun. Ini tak lepas dari pengaruh aksi People's Bank of China (PBoC) yang melakukan devaluasi yuan pada tanggal 11-13 Agustus 2015. Devaluasi yuan memicu kepanikan pelaku pasar dan turut menekan kurs rupiah. Nico bilang, tekanan rupiah masih akan membayangi pasar surat utang. Apalagi ia memprediksi kurs rupiah bisa menembus Rp 14.150 per dollar AS. Jika terjadi, ini akan mendorong asing untuk melepas kembali kepemilikan SBN. "Sejauh mana pemerintah bisa menjaga kurs, maka sejauh itu pula asing akan percaya dengan stabilitas kurs rupiah," ujar Nico..
Berbeda dengan obligasi pemerintah, aktivitas transaksi di pasar obligasi korporasi yang berdenominasi dollar AS pada periode tersebut mencapai US$ 6,98 juta. Angka tersebut turun sebesar 28,24% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 sebesar US$ 9,72 juta. Rata-rata transaksi harian turun dari US$ 0,07 juta per hari pada periode Januari-Juli 2014 menjadi US$ 0,05 juta per hari pada periode yang sama di 2015, atau turun sebesar 31,25%. Menurut Ariawan, tekanan rupiah menyebabkan meningkatnya risiko bagi emiten yang memiliki utang dalam dollar AS. "Sehingga investor mengurangi porsi kepemilikannya pada obligasi korporasi dollar AS," kata Ariawan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto