Transaksi swap hedging dipangkas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus berupaya mengurangi tekanan terhadap rupiah. Berbagai amunisi terus dimuntahkan, mulai dari intervensi di pasar keuangan menaikkan suku bunga acuan, hingga menghidupkan lagi transaksi swap.

Hanya saja, upaya tersebut belum banyak membuahkan hasil. Rupiah masih saja loyo di hadapan dollar Amerika Serikat (AS). Rupiah masih saja bertengger di kisaran Rp 14.600 per dollar AS.

Agar amunisi lebih ampuh, terbaru, bank sentral menurunkan minimal transaksi FX swap lindung nilai alias hedging serta mempermudah persyaratan dokumen sebagai underlying transaksi lindung nilai itu.


Saat ini, batas minimal transaksi forex (fx) swap lindung nilai (hedging) hanya US$ 2 juta dari sebelumnya US$ 10 juta. "Dengan transaksi minimal lebih rendah diharapkan bisa menjangkau nasabah lain, termasuk eksportir," jelas Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter Nanang Hendarsah, Senin (20/8).

Jika target tersebut tercapai, ini bisa memangkas permintaan valuta asing (valas) di pasar spot. Apalagi, sebelumnya BI juga telah berupaya menurunkan tarif swap dengan swap rate tenor 12 bulan dari 5,62% pada 10 Agustus 2018 menjadi 4,79%. , upaya ini belum efektif, karena swap rate kembali naik jadi 5,13% pada Senin (20/8).

Swap hedging ke BI bisa dilakukan oleh bank atau eksportir. Khusus eksportir, swap hedging tetap lewat bank umum, baru ke BI.

BI juga mempermudah dokumen underlying FX swap hedging. "Misalnya yang bisa dijadikan underlying adalah rencana pembelian SBN (surat berharga negara), dokumen kontrak eksportir dan importir serta bukti rekening valas," jelas Nanang.

Nantinya, berbagai kebijakan itu akan tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada BI. "Semoga pekan ini terbit," ujar Nanang.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Perdagangan Benny Sutrisno berharap tarif swap bisa dijaga di bawah 4%. Agar swap diminati, harus ada kebijakan mendorong pengusaha merupiahkan devisa ekspor

Di tengah tekanan eksternal yang belum kendur, utamaanya perang dagang AS-China, BI bergerak cepat menyiapkan amunisi untuk memperkuat rupiah. Apalagi, transaksi spot masih mendominasi pasar valas Indonesia.

BI mencatat, transaksi spot tahun ini US$ 1,7 miliar, naik dari 2018 yang US$ 1,5 miliar. Pada periode sama, transaksi spot antarbank naik dari US$ 700 juta jadi US$ 900 jutaan.

Adapun transaksi valas FX swap antar bank tahun ini hanya US$ 1 miliar, tak jauh beda dengan tahun lalu. Untuk transaksi forward antar bank lebih rendah, tak sampai US$ 25 juta tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie