JAKARTA. Transaksi pengumpulan dana murah di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mengalami kenaikan yang cukup signifikan tahun ini. Sofyan Basir, Direktur Utama BRI bilang, saat ini transaksi tabungan di BRI sudah mencapai Rp 1,6 triliun per bulan. Perinciannya, Rp 1 triliun untuk produk Simpedes dan Rp 600 miliar untuk produk Britama.Jika dilihat, angka tersebut meningkat 33,3% dibanding transaksi per bulan pada tahun lalu yang hanya mencapai Rp 1,2 triliun saja. Meski mengalami pertumbuhan pesat, Sofyan mengaku, likuiditas BRI tidak terlalu lancar. “Tapi sebenarnya, ketatnya likuiditas itu tidak hanya dialami BRI saja, melainkan juga bank-bank lain,” jelas Sofyan. Ia lantas menjelaskan, hal tersebut terjadi karena tingginya permintaan kredit yang tidak diimbangi dengan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK).Oleh karena itu, untuk mengimbanginya, BRI saat ini sedang mengerem laju kredit di sektor konsumsi. “Housing loan kami tahan, demikian pula halnya dengan car loan,” tuturnya. Sedangkan untuk kredit-kredit yang produktif, BRI masih terus mengucurkannya. Oleh sebab itu, angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di BRI pun semakin baik. Hingga akhir semester pertama tahun ini, NPL BRI berada di bahwa 5% untuk gross dan di level 1,5% untuk netto.
Transaksi Tabungan BRI Capai Rp 1,6 Triliun
JAKARTA. Transaksi pengumpulan dana murah di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mengalami kenaikan yang cukup signifikan tahun ini. Sofyan Basir, Direktur Utama BRI bilang, saat ini transaksi tabungan di BRI sudah mencapai Rp 1,6 triliun per bulan. Perinciannya, Rp 1 triliun untuk produk Simpedes dan Rp 600 miliar untuk produk Britama.Jika dilihat, angka tersebut meningkat 33,3% dibanding transaksi per bulan pada tahun lalu yang hanya mencapai Rp 1,2 triliun saja. Meski mengalami pertumbuhan pesat, Sofyan mengaku, likuiditas BRI tidak terlalu lancar. “Tapi sebenarnya, ketatnya likuiditas itu tidak hanya dialami BRI saja, melainkan juga bank-bank lain,” jelas Sofyan. Ia lantas menjelaskan, hal tersebut terjadi karena tingginya permintaan kredit yang tidak diimbangi dengan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK).Oleh karena itu, untuk mengimbanginya, BRI saat ini sedang mengerem laju kredit di sektor konsumsi. “Housing loan kami tahan, demikian pula halnya dengan car loan,” tuturnya. Sedangkan untuk kredit-kredit yang produktif, BRI masih terus mengucurkannya. Oleh sebab itu, angka kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di BRI pun semakin baik. Hingga akhir semester pertama tahun ini, NPL BRI berada di bahwa 5% untuk gross dan di level 1,5% untuk netto.