JAKARTA. Asosiasi Pedagang Valuta Asing (PVA) mengkritik rencana Bank Indonesia (BI) yang akan memperketat aturan soal batas transaksi valas tanpa underlying. Menurut Idrus Muhamad, Ketua Asosiasi PVA, langkah BI tersebut tidak akan membantu menyelesaikan persoalan rupiah yang terus terdepresiasi. Idrus menegaskan, apresiasi dollar terhadap semua mata uang dunia sudah menjadi gejala global. "Alangkah baiknya, jika pemerintah dan BI fokus akan penguatan ekonomi di dalam serta menjaga agar tidak terjadi capital outflow besar-besaran oleh investor," ucap Idrus kepada KONTAN, Kamis (20/8). Bahkan Idrus menilai, terlalu ketatnya BI menerapkan kebijakan moneter akan menyebabkan perlambatan ekonomi semakin menjadi, terutama di sektor trading dan jasa. Apalagi, kata Idrus, konteks depresiasi rupiah ini adalah momentum bagi pemerintah dan BI untuk mengukut seberapa kuat ekonomi internal dalam menghadapi war currency. Memang Idrus mengakui, depresiasi rupiah memberikan berkah bagi pedagang valas. "Pedagang valas mendapatkan kenaikan volume transaksi tapi tidak banyak karena harga dollar sudah cukup tinggi," ujar Idrus. Selain itu, lanjut Idrus, pembatasan transaksi valas tanpa underlying tersebut tidak akan berpengaruh apapun terhadap pedagang valas. Karena pada intinya, transaksi valas tetap berjalan meski transaksi tanpa underlying dibatasi hanya US$ 25.000 per bulan. Dengan kondisi-kondisi itu, Idrus meminta pemerintah dan BI tidak hanya melihat satu sisi dari pelaku saja, tapi harus introspeksi diri. "Terutama, berani untuk mengevaluasi regulasi yang selama ini dikeluarkan yang menyebabkan bisnis tanpa kendali," jelas Idrus. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Transaksi valas dibatasi, ini kata pedagang valas
JAKARTA. Asosiasi Pedagang Valuta Asing (PVA) mengkritik rencana Bank Indonesia (BI) yang akan memperketat aturan soal batas transaksi valas tanpa underlying. Menurut Idrus Muhamad, Ketua Asosiasi PVA, langkah BI tersebut tidak akan membantu menyelesaikan persoalan rupiah yang terus terdepresiasi. Idrus menegaskan, apresiasi dollar terhadap semua mata uang dunia sudah menjadi gejala global. "Alangkah baiknya, jika pemerintah dan BI fokus akan penguatan ekonomi di dalam serta menjaga agar tidak terjadi capital outflow besar-besaran oleh investor," ucap Idrus kepada KONTAN, Kamis (20/8). Bahkan Idrus menilai, terlalu ketatnya BI menerapkan kebijakan moneter akan menyebabkan perlambatan ekonomi semakin menjadi, terutama di sektor trading dan jasa. Apalagi, kata Idrus, konteks depresiasi rupiah ini adalah momentum bagi pemerintah dan BI untuk mengukut seberapa kuat ekonomi internal dalam menghadapi war currency. Memang Idrus mengakui, depresiasi rupiah memberikan berkah bagi pedagang valas. "Pedagang valas mendapatkan kenaikan volume transaksi tapi tidak banyak karena harga dollar sudah cukup tinggi," ujar Idrus. Selain itu, lanjut Idrus, pembatasan transaksi valas tanpa underlying tersebut tidak akan berpengaruh apapun terhadap pedagang valas. Karena pada intinya, transaksi valas tetap berjalan meski transaksi tanpa underlying dibatasi hanya US$ 25.000 per bulan. Dengan kondisi-kondisi itu, Idrus meminta pemerintah dan BI tidak hanya melihat satu sisi dari pelaku saja, tapi harus introspeksi diri. "Terutama, berani untuk mengevaluasi regulasi yang selama ini dikeluarkan yang menyebabkan bisnis tanpa kendali," jelas Idrus. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News