Transaksi valas tidak seharusnya US$ 6 M per bulan



JAKARTA. Transaksi valuta asing (valas) yang masih marak terjadi di Indonesia membuat Bank Indonesia (BI) gerah. Penjualan elektronik, hotel hingga travel yang masih banyak menggunakan kuotasi alias pencantuman dalam dollar Amerika Serikat (AS) akan dikekang. Otoritas moneter ini akhirnya mengeluarkan kebijakan yang melarang pencantuman harga barang dan jasa di wilayah Indonesia dalam valas dan harus dalam rupiah. Undang-Undang (UU) Mata Uang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang mewajibkan penggunaan rupiah dalam transaksi di Indonesia belum bertaji. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto mengatakan belum semua transaksi di Indonesia menggunakan rupiah. Bahkan berdasarkan data yang diperoleh Departemen Statistik BI, transaksi valas yang tidak diperkenankan di Indonesia setiap bulannya tidak kurang dari US$ 6 miliar tahun ini. Catatan BI, 95% dari transaksi valas tersebut dilakukan dalam bentuk non tunai dan 5% dalam bentuk tunai. Hal ini tentu saja mengakibatkan tekanan pada rupiah bertambah besar. Maka dari itu, BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Beleid ini keluar sebagai langkah pengendalian BI karena masih beredarnya transaksi valuta asing (valas) di wilayah Indonesia. Dalam beleid tersebut, BI mengatur pencantuman harga barang dan jasa hanya dalam rupiah. "Pertimbangannya karena rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI," ujar Eko, Kamis (9/4). Industri yang selama ini banyak menggunakan valas dalam transaksinya adalah industri manufaktur seperti tekstil, plastik, kimia, dan migas. Harapannya, dengan adanya aturan ini maka seluruh transaksi dalam negeri akan menggunakan rupiah. Bagi yang masih melanggar akan dikenakan sanksi. sanksi terhadap pelanggaran kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi tunai akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam UU Mata uang yaitu kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 200 juta. Sedangkan yang melanggar dalam bentuk transaksi non tunai akan dikenakan sanksi teguran tertulis, denda kewajiban membayar 1% dari nilai transaksi dengan maksimal denda Rp 1 miliar, dan larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan