KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beras Bulog dahulu kerap dianggap sebagai beras dengan kualitas rendah. Penugasan Bulog sebagai penyalur bantuan beras bagi masyarakat miskin membuat cap itu melekat pada identitas beras Bulog. Bahkan beras yang disalurkan Bulog kerap disebut terdapat kutu dan berwarna keruh. Sangat timpang dibandingkan dengan beras yang dijual oleh produsen lain yang menguasai pasar. Dimana beras yang ada di ritel modern cenderung wangi dan putih. Masyarakat pun tak tertarik dengan beras produksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Upaya transformasi dilakukan Bulog untuk menggenjot penjualan komersial Bulog. Meski dengan itu, Bulog juga perlu untuk mengubah pola pikir masyarakat terkait kualitas beras Bulog.
Perbaikan produksi dilakukan Bulog untuk mencapai kualitas beras yang baik. Pembangunan teknologi modern dalam produksi beras didorong oleh Bulog. Teknologi diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi beras Bulog yang dilabeli dengan merek Beras Kita. "Kami produksi beras premium harga medium karena
cost produksi premium sama medium itu sama," ujad Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam acara diskusi beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Bulog sudah datangkan 4.000 ton daging kerbau Bulog membangun 13 unit pengering gabah berkapasitas 120 ton per hari. Selain itu, Bulog juga membangun penggilingan berkapasitas 6 ton per jam dan silo untuk penyimpanan dengan kapasitas 6.000 ton di 13 daerah. Pembangunan teknologi pasca panen tersebut dilakukan di 13 lokasi sentra beras di Indonesia. Antara lain Bojonegoro, Magetan, Jember, Banyuwangi, Sumbawa, Sragen, Kendal, Subang, Bandar Lampung, Karawang, Cirebon, Luwu Utara, dan Grobogan. Adanya tambahan fasilitas pasca panen modern akan membuat kualitas beras semakin baik. Tidak hanya itu, beras pun akan memiliki waktu simpan yang lebih panjang sehingga tidak mudah rusak. "Jadi saya akan menyerap gabah, lalu kita lewatkan dryer, kita simpan di silo. Sebelum kita pakai itu ada di silo, yang ada temperaturnya. Sehingga mau disimpan 3 tahun sekali pun gabah itu tidak akan berubah kualitasnya," terang Buwas, sapaan Budi Waseso. Tak hanya produksi, Bulog juga mengembangkan penjualan dan promosi. Bulog mengembangkan penjualan melalui Rumah Pangan Kita (RPK) yang mencapai 59.398 unit. Outlet penjualan yang bekerja sama langsung dengan masyarakat itu menjual berbagai produk Bulog seperti Beras Kita, Beras Kita Sachet, Gula Manis Kita, Minyak Goreng Kita, Terigu Kita, serta produk olahan Baso Kita. Selama masa pandemi virus corona (Covid-19), Bulog menjual produk pangannya melalui penjualan elektronik. iPangandotcom sebagai e-commerce besutan Bulog pun sukses mendapat penghargaan Top Official Store Aaward 2021 dari Tras NCo Indonesia. Penjualan beras melalui iPangandotcom disebut sebagai yang terbesar dalam marketplace. Penjualan iPangandotcom saat ini melingkupi Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan dan Makasar. Ke depan penambahan area layanan akan terus dilakukan. "Ini menjadi motivasi kami untuk meningkatkan dan memperluas jangkauan iPanganandotcom di semua kota di Indonesia sebagai salah satu pilar dalam mewujudkan ketahanan pangan Indonesia," ungkap Direktur Bisnis Perum Bulog Febby Novita. Upaya Perum Bulog dalam mengembangkan penjualan komersilnya diapresiasi Komisi VI DPR RI, meski keuntungan bukan menjadi tujuan utama bagi Perum Bulog.
Berkembangnya penjualan Bulog dalam sektor pangan dinilai akan berdampak pada stabilitas harga pangan. Pasalnya Bulog jadi dapat ikut menentukan harga untuk mengantisipasi kenaikan dari pemain besar. "Upaya yang dilakukan Bulog untuk menjaga stabilitas harga beras," kata Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi. Saat ini teknologi pasca produksi tersebut masih dalam pengerjaan. Bersamaan dengan itu Bulog terus menyerap gabah petani yang telah mencapai 394.047 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat