Transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaa



Tahun 2014 menjadi tahun yang penting bagi PT Jamsostek. Sebab mulai 1 Januari 2014, perusahaan ini akan bertrasformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Berbagai persiapan terus dilakukan mulai dari penerbitan payung hukum yang belum selesai sampai teknis pelaksanaan. Tahun 2014 tinggal menghitung hari, namun sampai saat ini ternyata belum semua aturan terkait pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan sudah ada. Meski masih ada tujuh Peraturan Pemerintah (PP) dan dua Peraturan Presiden (Perpres) belum juga terbit sampai akhir pekan lalu.

Direktur Utama PT Jamsostek, Elvyn G. Masassya mengakui, beberapa peraturan pendukung dan peraturan turunan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan belum terbit. "Peraturan pendukung untuk BPJS Ketenagakerjaan seluruh drafnya sudah selesai dan tinggal ditandatangani saja," ujarnya, Kamis (12/12) lalu.

Elvyn yakin seluruh aturan itu akan keluar pada akhir tahun 2013 karena pada prinsipnya semua regulasi sudah siap. Dari seluruh peraturan yang belum terbit, salah satu beleid yang penting adalah menyangkut pengelolaan aset dan kepesertaan. Beleid itu dianggap sangat penting untuk segera diterbitkan karena menjadi payung hukum pengelolaan aset Jamsostek setelah menjadi BPJS Ketenagakerjaan.


Aturan turunan soal kepesertaan BJPS menjadi sangat penting. Apalagi saat ini sebagian buruh mengancam akan keluar dari kepesertaan Jamsostek, dengan menarik dana Jaminan Hari Tua (JHT). Meski demikian Elvyn menegaskan dirinya akan mematuhi aturan yang berlaku. "Aspirasi yang bisa kami penuhi adalah yang sesuai dengan Undang-Undang (UU) ," ujar Elvyn.

Selain JHT, Jamsostek akan fokus menggarap Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JK) tenaga kerja. Sedangkan dana pensiun, Jamsostek baru mulai mengelolanya pada 1 Juli 2015.

Seperti diketahui Serikat Pekerja Nasional (SPN) mengancam akan meminta seluruh anggotanya yang berjumlah sekitar 400.000 orang diseluruh daerah untuk mencairkan simpanan JHT. SPN menolak penerapan BPJS yang mewajibkan buruh membayar iuran, karena sesuai UUD 1945 jaminan kesehatan merupakan tanggung jawab penuh pemerintah.

Jika mayoritas anggota SPN sudah menjadi peserta program JHT Jamsostek lebih dari lima tahun, maka nilai simpanan setiap pekerja rata-rata sebesar Rp 10 juta sampai Rp 15 juta. "Total nilainya bisa mencapai Rp 7 triliun," kata Ketua Bidang Advokasi SPN, Djoko Heryono, akhir bulan lalu.

Atas ancaman tersebut, Elvyn mengatakan, pihaknya tidak akan memenuhi tuntutan buruh jika tidak sesuai peraturan. Sebab sesuai aturan, peraturan, penarikan dana JHT syaratnya adalah pihak yang menarik dana harus berusia 55 tahun, dan sudah menjadi peserta minimal 5 tahun 1 bulan. Selain itu penarikan dana JHT hanya bisa dilayani jika dilengkapi surat keterangan tidak bekerja lagi. "Jika dipenuhi, kami akan penuhi tuntutan itu," katanya.

Ancaman itu menjadi wujud kekhawatiran akan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan BPJS. Sebab, dalam aturan BPJS, jaminan kesehatan hanya akan diberikan kepada masyarakat yang menjadi peserta BPJS. Djoko khawatir akan membuat banyak perusahaan yang sengaja tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS kesehatan maupun ketenagakerjaan.

Ancaman ini juga wujud penolakan iuran program JHT, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) oleh pekerja. Rencananya beban iuran JHT sebesar 5,7%, dengan pembagian 3,7% dibayarkan pengusaha dan 2% dibayar pekerja.

Sedangkan Jaminan Pensiun, besaran iuran ditetapkan 8%, berasal dari kontribusi pemberi kerja 5% dan pekerja sebesar 3%. Untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), pengusaha wajib membayar iuran bulanan dengan porsi 0,24% - 1,74% dari gaji bulanan pekerja. Untuk program Jaminan Kematian (JK), pengusaha diwajibkan membayarkan iuran sebesar 0,3% dari gaji bulanan pekerja.

Sembari menunggu aturan pendukung, Jamsostek juga akan memperkenalkan smart card sebagai pengganti kartu peserta Jamsostek. Rencananya kartu itu akan diluncurkan pada awal 2014 saat lembaga ini menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Kartu multifungsi ini diklaim akan bisa untuk berbagai transaksi, seperti tarik tunai hingga pembayaran transportasi publik. "Akan seperti kartu kredit. Bisa untuk belanja, cek saldo, bayar tol, dan busway," kata Elvyn. Jamsostek akan menggandeng Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, Bank Bukopin, dan Bank BJB untuk pelaksanaannya.

Sebagai catatan, sampai akhir November 2013 akumulasi dana investasi Jamsostek mencapai 98,74% atau Rp 147,24 triliun dari target Rp 149,12 triliun sampai akhir 2013. Dari jumlah itu, Direktur Keuangan Jamsostek Herdy Trisanto mengatakan, terdiri dari dana JHT sebesar Rp 131,29 triliun dan dana non-JHT sebesar Rp 15,95 triliun. "Jamsostek membukukan hasil investasi Rp 13,41 triliun pada November 2013," ujarnya, Kamis (12/12).

Dana investasi Jamsostek terus bertambah, sebab sampai November 2013 perusahaan ini berhasil menarik iuran peserta program JHT dan bukan JHT seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan serta iuran belum rinci (IBR) sebesar Rp 24,05 triliun. Jumlah itu 96,8% dari target hingga akhir tahun Rp 24,84 triliun. Sedangkan klaim yang dibayarkan kepada peserta pada periode yang sama sebanyak Rp 11,62 triliun. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa