Transisi Energi Desa Lewat PLTS 80 GW Dinilai Perlu Dukungan Sistem Kelistrikan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ambisi Presiden Prabowo Subianto untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 1 megawatt (MW) di setiap desa dengan melibatkan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), menjadi angin segar bagi upaya transisi energi di Indonesia.

Namun, dengan total kapasitas mencapai 80 gigawatt (GW), pemerintah perlu menguatkan regulasi, memperbaiki skema kelistrikan nasional, dan meningkatkan transparansi agar proyek ini dapat terealisasi.

Terkait target besar ini, Policy Strategist Coordinator dari Yayasan CERAH, organisasi nirlaba Indonesia yang fokus pada advokasi kebijakan transisi energi bersih dan berkeadilan dari Indonesia, Dwi Wulan Ramadani, mengapresiasi rencana tersebut lantaran dapat membuka akses energi murah bagi masyarakat desa.


Namun, proyek ambisius ini dinilai berpotensi terganjal oleh pendanaan lantaran kebutuhan investasinya cukup besar, yakni mencapai US$ 250 miliar atau setara Rp 4.125 triliun (kurs Rp 16.500), jika dilengkapi dengan baterai, mengacu data Kementerian ESDM.

Baca Juga: Industri Perikanan Tertekan, ASHA Catat Penurunan Permintaan Signifikan

Jika dihitung per proyek, dia menjelaskan, biaya pembangunan PLTS 1 MW pada 2024 mencapai US$ 900 ribu atau setara Rp 14,58 miliar, turun dari US$ 1-1,5 juta pada 2023.

Meski makin murah, besaran tersebut jauh lebih besar jika dibanding dana desa sebesar Rp 1 miliar per tahun. Artinya, pembiayaan oleh koperasi desa sangat terbatas.

“Ditinjau dari sisi pembiayaan, jika program KDMP hanya mendapatkan plafon pinjaman dari bank sekitar Rp 3 miliar selama 6 tahun, maka jumlah tersebut masih belum menutup modal pembangunan PLTS 1 MW. Artinya, walaupun dalam satu dekade terakhir harga panel surya global mengalami tren penurunan, namun tidak cukup untuk menutup kompleksitas risiko pembiayaan proyek desa,” kata Dwi dalam diskusi bertajuk ‘Menakar Kelayakan PLTS 100 GW, Analisis Teknis, Finansial dan Institusional’ di Jakarta, dikutip Senin (15/12/2025).

Ia kemudian menyebut, bahwa proyek energi skala desa biasanya hanya mengandalkan pendanaan domestik. Namun, perbankan nasional belum memiliki skema risiko khusus untuk mendanai proyek energi desa, sehingga cenderung sulit dikategorikan sebagai bankable asset class. Perbankan cenderung memilih membiayai proyek besar yang memiliki standar teknis dan risiko terukur.

Salah satu solusi yang dapat dilakukan pemerintah yakni membuat skema project bundling, yang menggabungkan beberapa proyek dalam satu portofolio sehingga menjadi lebih menarik bagi investor. Skema ini akan menurunkan risiko, biaya administrasi dan meningkatkan kredit portofolio.

“Pendekatan ini memungkinkan penerbitan instrumen pembiayaan seperti green bond atau sukuk hijau dengan tenor 10-25 tahun. Model bundling telah terbukti berhasil di Nigeria dalam mempercepat investasi energi terbarukan skala komunitas,” Dwi menambahkan.

Selain itu, peran dan kapasitas KDMP dalam proyek raksasa ini juga perlu diperjelas dan diperkuat, baik dari sisi kelembagaan, tata kelola, kapasitas teknis maupun pembagian manfaatnya.

Sebab, jika setiap desa atau koperasi bertindak sebagai operator dan pemilik sistem PLTS, maka artinya akan ada 80 ribu entitas berbeda yang membutuhkan regulasi, audit, pemeliharaan dan pengawas masing-masing. Hal ini justru berpeluang menimbulkan risiko kendala administrasi di kemudian hari.

“Karena sistem kelistrikan itu sangat kompleks, KDMP sebaiknya tidak dibebani tanggung jawab sebagai pemilik aset PLTS. Aset tetap dimiliki dan dioperasikan oleh pihak profesional seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Independent Power Producer (IPP), atau perusahaan rekayasa dan konstruksi (Engineering, Procurement, and Construction/EPC) berlisensi. KDMP cukup bertindak sebagai off taker yang membeli listrik melalui tarif resmi sebagaimana pelanggan PLN. Namun kembali lagi dengan kebijakan sistem kelistrikan kita, apakah sudah siap atau memang perlu ada kajian,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Adila Isfandiari, Lead Researcher SUSTAIN Indonesia menilai Indonesia memiliki dua potensi sumber pembiayaan target 100 GW.

Pertama, menaikkan pungutan ekspor batu bara sekitar 5% pada 2026, yang berpotensi menghasilkan penerimaan negara Rp 20-90 triliun per tahun dan dapat membiayai 18 ribu desa.

Kedua, Belt and Road Initiative (BRI) China di mana jika Rp 14,4 triliun per tahun dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan, dapat membiayai 32 proyek setara PLTS Cirata.

“Untuk merealisasikan target 100 GW, pemerintah harus membuat regulasi yang mendukung, salah satunya pengalokasian pembiayaan khusus untuk program ini di APBN (earmarked). Selain itu, pemerintah juga perlu menciptakan iklim investasi yang baik untuk pengembangan manufaktur solar dalam negeri dan PLTS,  yakni dengan memberikan kepastian proyek dan insentif yang menarik,” kata Adila.

Disisi lain, Kiara Putri Mulia, Climate Program Manager Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), mengingatkan pemerintah jangan hanya terpaku target besar, namun juga bagaimana sistem ketenagalistrikan dapat menyerap energi terbarukan.

Indonesia disebutnya dapat mencontoh dua negara lain yang telah berhasil meningkatkan energi surya dengan kapasitas besar, yakni India dan Vietnam. Kapasitas PLTS India pada 2010 dan Vietnam pada 2019 masih sangat rendah. Namun dengan kebijakan yang mendukung, kapasitas PLTS di dua negara tersebut melonjak cepat hingga melampaui yang telah ditargetkan.

“India memiliki kementerian khusus yang menangani new and renewable energy, ada juga BUMN khusus, artinya butuh entitas yang men-deliver target-target ini. Vietnam mereformasi sistem ketenagalistrikannya dari yang tadinya state control dengan membukanya menjadi feed in tariff. Dalam kaitannya dengan Indonesia, target 100 GW ini bisa menjadi transformasi sistem energi kita jadi lebih bersih dan bisa menciptakan kesejahteraan,” tutupnya.

Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Bidik Pertumbuhan Kontrak Baru 10% pada Tahun 2026

Selanjutnya: Fisioterapi Ditanggung BPJS Kesehatan, Ini Daftar Layanan dan Ketentuannya

Menarik Dibaca: 15 Tanaman Kamar Mandi Lembap yang Mudah Dirawat dan Bisa Anda Beli Sekarang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News