Transisi Energi Disebut Lebih Luas dari Konsep Dekarbonisasi Sektor Kelistrikan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menyebutkan bahwa transisi energi di Indonesia, khususnya di sektor industri, lebih besar dari konsep dekarbonisasi sektor kelistrikan.

Dalam International Renewable Energy Agency (IRENA)-Indonesia G20 Energy Transition Investment Pre-Forum Meeting, Muhammad Yusrizki, Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan KADIN mengatakan, saat ini narasi transisi energi seolah-oleh ekslusif berpusat pada energy terbarukan di sektor kelistrikan atau listrik dari energi terbarukan.

"Kita lupa bahwa bentuk energi final yang dikonsumsi oleh sektor swasta, khususnya industri, tidak hanya listrik tetapi juga ada energi panas. Kalau dilihat dari kacamata bentuk energi primer bagi industri, bahkan listrik bukan sumber energi primer," katanya dalam keterangannya, Rabu (20/7).


Baca Juga: Dukung Dekarbonisasi, PTBA Pakai Kendaraan Listrik untuk Operasional Tambang

Berdasarakan Handbook of Energy & Economy Statistics of Indonesia tahun 2021 yang diterbitkan Kementerian ESDM, konsumsi energi sektor industri pada tahun itu hanya 23,1% yang berasal dari listrik. Sebanyak 33% berasal dari batubara dan 43% berasal dari bahan bakar minyak.

Sehingga Yusrizki melihat terdapat 76% porsi konsumsi energi industri yang seolah-olah hilang di tengah narasi transisi energi Indonesia.

Oleh karena itu, melalui inisiatif KADIN Net Zero Hub, ia mengajak seluruh pemangku kepentingan, terutama kalangan industri sendiri untuk melihat ulang proses transisi energi di industri Indonesia.

“Dekarbonisasi sektor kelistrikan penting, tetapi bukan berarti inisiatif-inisiatif transisi energi di industri cukup dilakukan melalui listrik yang lebih rendah karbon. Beri ruang bagi sektor kelistrikan, terutama Kementerian ESDM dan PLN, untuk membuat perencanaan dan implementasi dekarbonisasi,” Yusrizki berpesan.

Ia memandang saat ini banyak cara menuju dekarbonisasi sektor kelistrikan, tidak melulu harus melalui penetrasi EBT dalam skala masif bagi semua konsumen.

KADIN Net Zero Hub beserta mitra-mitra strategisnya memandang bahwa memberikan ruang gerak bagi industri untuk membeli listrik rendah karbon saat ini lebih penting dan lebih strategis dibandingkan membicarakan bagaimana dan kapan EBT skala besar dapat diakomodasi di jaringan listrik nasional.

Opsi membeli listrik rendah karbon atau Renewable Procurement Method disebut Yusrizki merupakan salah satu cara eksplorasi bagi industri Indonesia untuk menurunkan emisi GRK mereka.

“Beri ruang bagi industri, tidak perlalu terlalu rumit menghitung apakah listrik EBT ini lebih mahal dibandingkan listrik dari energi fosil. Bagi industri yang memang memerlukan, mereka dapat menghitung manfaat yang mereka bisa dapatkan dari membayar harga premium dari listrik EBT. Yang menjadi kunci adalah membuka opsi bagi industri,” katanya.

Baca Juga: Kadin Indonesia Gandeng 6 Perusahaan Terbuka untuk Mengakselarasi Net Zero Hub

Lebih jauh Yusrizki berpendapat, bila memang deregulasi sektor kelistrikan diperlukan untuk opsi pembelian listrik EBT Indonesia, maka Kementerian ESDM yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan dan memulai proses tersebut.

“Saya yakin banyak cara yang bisa dilakukan oleh Kementerian ESDM apabila mereka melihat urgensi di sektor industri, tidak hanya mengedepankan tantangan dan urgensi di sektor kelistrikan semata,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto