Transisi Energi Kian Marak, Ini Catatan Terhadap Keamanan Energi Nasional



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah gencar melakukan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT). Hal tersebut seiring dengan komitmen untuk pencapaian target net zero emission pada tahun 2060 mendatang atau lebih cepat. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan,tantangan terbesar dari transisi energi adalah implementasi menuju transisi energi dan memastikan keterjangkauan energi oleh masyarakat.

"Bagian paling sulit adalah implementasi konkret menuju transisi energi, memastikan keterjangkauan energi oleh rakyat, aksesibilitas dan dekarbonisasi yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat," kata Arifin dalam siaran pers, Senin (10/4).


Untuk memastikan aksesbilitas keterjangkauan energi bagi masyarakat, peran dari sektor minyak dan gas bumi tak bisa diabaikan dan ditinggalkan. Sektor migas masih memegang peranan penting untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi utamanya di negara berkembang seperti Indonesia.

Baca Juga: Proyek Hilirisasi Poles Prospek Emiten Nikel, Intip Rekomendasi ANTM, INCO, dan MDKA

Arifin menyampaikan, permintaan migas masih akan tumbuh, terutama di daerah berkembang seperti India, Afrika dan Asia dimana pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, industrialisasi dan kendaraan akan melonjak secara signifikan.

"Karena itu, investasi dalam proyek migas masih diperlukan untuk memberikan ketahanan energi serta memenuhi permintaan migas yang semakin meningkat, sebelum teknologi energi terbarukan menjadi lebih kompetitif,” kata dia.

Mengacu pada OPEC World Oil Outlook 2022, permintaan minyak sebagai bahan bakar primer diproyeksikan meningkat dari 88 mboepd pada tahun 2021 menjadi 101 mboepd pada tahun 2045. Sementara itu, porsi bauran energi menurun dari 31% menjadi hanya di bawah 29%.

Adapun, permintaan gas diperkirakan meningkat dari 66 mbopd pada tahun 2021 menjadi 85 mbopd pada tahun 2045, di mana porsi bauran energinya akan meningkat dari 23% menjadi 24%.

Arifin menilai peran migas dalam transisi energi Indonesia tetap krusial. Menurut dia permintaan minyak masih tumbuh terutama di sektor transportasi dan pengembangan sektor gas juga penting dalam menjembatani transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

Adapun, transisi energi ini akan dilakukan dalam berbagai tahap dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan dan keberlanjutan.

Baca Juga: Analis: IPO Pertamina Hulu Energi Akan Sukses Karena Ada Label dan Nama Pertamina

Dalam proses transisi ini, pemerintah akan melaksanakan beberapa program strategis, antara lain memperluas penggunaan gas sebagai bahan bakar dan bahan baku untuk industri dengan mengembangkan infrastruktur transmisi dan distribusi gas yang terintegrasi.

Selain itu, konversi bahan bakar diesel menjadi gas di pembangkit listrik dan mengembangkan fasilitas infrastruktur dan pengembangan jaringan pipa gas untuk rumah tangga (jargas) dan usaha kecil.

Oleh sebab itu, dengan mempertimbangkan bahwa potensi hulu migas Indonesia masih sangat besar, pemerintah menargetkan produksi minyak 1 juta barel dan gas 12  miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030 yang ditujukan khusus untuk pemanfaatan dalam negeri.

"Kami memiliki 68 potensi cekungan yang belum dijelajahi dan cadangan terbukti minyak sebesar 2,4 miliar barel, sedangkan cadangan terbukti gas sekitar 43 trillion cubic feet  (TCF)," kata dia.

Berdasarkan laporan ReforMiner Institute, pemerintah berkomitmen mencapai target NZE pada 2060 mendatang. Salah satu regulasi yang teridentifikasi merupakan bagian dari kebijakan NZE adalah Keputusan Menteri (Kepmen) KLHK No.168/Menlhk/PTKL/PLA.1/2/2022.

Baca Juga: Raih Untung Rp 7,92 Triliun, Berikut Capaian Kinerja Bumi Resources (BUMI) di 2022

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai peta jalan NZE Indonesia sebagaimana tertuang dalam Kepmen KLHK tersebut telah cukup berimbang.

Adapun penetapan target waktu dan sektor-sektor mana saja yang digunakan sebagai instrumen dalam mencapai target menggambarkan bahwa pemerintah telah mempertimbangkan aspek. Terutama menyeimbangkan aspek ekonomi dan keberlanjutan pasokan energi di dalam upaya mencapai NZE.

Berdasarkan informasi, sektor energi akan menjadi salah satu instrumen utama dalam mencapai target NZE. Pertamina dan PLN kemungkinan akan menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam upaya mencapai target NZE di sektor energi.

"Dalam mencapai target NZE di sektor energi, Pertamina kemungkinan akan menjadi salah satu pihak yang berperan penting. Berdasarkan informasi yang ada, hingga tahun 2060 Pertamina menargetkan akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 81,4 juta ton CO2e," kata dia dalam laporan tersebut.

Baca Juga: Pemanfaatan Panas Bumi Sudah Capai 2.365 MW, Intip Prospeknya dalam Jangka Panjang

Lebih lanjut, Komaidi menyebut dalam mencapai target NZE pada kegiatan hulu migas dalam negeri, Pertamina kemungkinan akan menjadi pihak yang dapat diandalkan. Apalagi perusahaan migas pelat merah ini tercatat berkomitmen melakukan kegiatan operasi produksi migas dengan upaya yang lebih ramah lingkungan.

"Pertamina tercatat sebagai perusahaan migas yang paling aktif dalam upaya penerapan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS) di Indonesia sekitar 80% di antaranya dikerjakan oleh Pertamina," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli