Transportasi online mengancam prospek emiten taksi



Mendung mulai menyelimuti bisnis taksi. Selain persaingan sesama pemain yang kian ketat, emiten taksi juga memperoleh ancaman dari kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi yang makin naik daun.

Sejak akhir tahun lalu, bisnis transportasi darat di Tanah Air diramaikan kehadiran aplikasi mobile yang menawarkan layanan transportasi. Sebut saja, misalnya, Grabtaxi, Uber, Grabbike, dan Go-Jek. Moda transportasi berbasis aplikasi ini menawarkan tarif lebih murah sehingga dengan cepat memikat memikat banyak konsumen.

Layanan ini juga menawarkan pendapatan besar dan fleksibilitas kerja bagi pengemudinya. Alhasil, tak sedikit pemilik kendaraan baik roda dua maupun kendaraan roda empat kepincut menjadi pengemudi moda transportasi berbasis aplikasi.


Berbagai kelebihan tersebut ibarat pukulan ganda bagi bisnis taksi. Di satu sisi, permintaan layanan taksi berkurang. Di sisi lain, supir armada taksi ikut berkurang lantaran sebagian beralih menjadi pengemudi moda transportasi berbasis aplikasi.

Dampak negatif terlihat pada kinerja dua perusahaan taksi yang melantai di bursa, PT Blue Bird Tbk (BIRD) dan PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI). Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, pendapatan bersih BIRD cuma naik 17% secara year on year (yoy) dengan laba bersih tumbuh 16% (lihat tabel).

Kinerja PT Blue Bird Tbk (BIRD) 
(dalam miliar rupiah)
  30/09/2015 30/09/2014
Pendapatan Bersih 4.035,29 3.442,14
Laba Bruto 1.231,98 1.058,21
Laba Usaha 881,28 776,03
Laba Bersih 625,42 537,15
Laba per Saham (Rp) 250 253
Sumber: Laporan Keuangan BIRD
Kinerja TAXI hingga akhir September lalu juga cukup tertekan. Meski pendapatan tumbuh 12,69%, laba bersih TAXI anjlok 89,8% (lihat tabel). Maklum, beban penyedia layanan taksi Express ini naik 34,39%.Padahal, analis Bahana Securities Agustinus Reza Kirana, mengatakan, pertumbuhan pendapatan BIRD secara historis sebesar 20%–25% per tahun. Artinya, pertumbuhan pendapatan BIRD mulai melambat.

Kinerja PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI)
(dalam miliar rupiah)
  30/09/2015 30/09/2014
Pendapatan Bersih 721,41 640,15
Laba Bruto 485,48 278,91
Laba Usaha 161,64 217,02
Laba Bersih 11,08 109,04
Laba per Saham (Rp) 5 51
Sumber: Laporan Keuangan TAXI
Selain permintaan yang menurun akibat pelemahan daya beli masyarakat, Reza menilai, perlambatan kinerja emiten taksi lantaran persaingan ketat dari kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi. Meski layanan anyar tersebut baru hadir setahun, dampak terhadap kinerja emiten taksi lumayan besar.

Jika layanan transportasi berbasis aplikasi terus berjalan, kinerja emiten taksi akan terus terganggu. Reza memperkirakan, pertumbuhan kinerja emiten taksi bisa makin lambat hingga stagnan dalam beberapa tahun ke depan. 

Prospek bisnis taksi

Toh, manajemen BIRD maupun TAXI optimistis, kinerja perusahaan masih bisa terus bertumbuh. Direktur TAXI David Santoso, mengatakan, moda transportasi berbasis aplikasi menarik minat konsumen maupun pengemudi lantaran perusahaan penyedia memberikan insentif dalam jumlah besar.

Pada saatnya, Direktur BIRD  Adrianto Djokosoetono, menambahkan, promosi dan subsidi akan berakhir. Sehingga,  “Konsumen kami akan kembali lagi,” ujar Adrianto.

Menghadapi persaingan dari aplikasi penyedia layanan transportasi, Adrianto mengatakan, BIRD akan memperbaiki aplikasi Blue Bird yang sudah meluncur sejak 2011 lalu. Langkah serupa akan digeber manajemen TAXI. David bilang, perusahaan akan meningkatkan fitur aplikasi Express Now yang sudah dirilis tahun lalu. “Kami juga mengimbau kepada pemerintah untuk mengedukasi masyarakat agar menggunakan transportasi resmi,” ujar David.

Berbekal optimisme tersebut, BIRD dan TAXI pada tahun depan akan menggelontorkan belanja modal untuk menambah armada baru ataupun meremajakan armada lama. BIRD menyiapkan belanja modal Rp 1,5 triliun. Sebanyak 80% dari anggaran tersebut akan digunakan untuk menambah 1.700 armada baru. Sedangkan TAXI menyiapkan belanja modal Rp 300 miliar untuk meremajakan armada sebanyak 1.000  unit. 

Nah, seperti apa prospek kinerja dan saham kedua emiten taksi tersebut? Simak rekomendasi para analis berikut ini.

  • BIRD
Jika kondisi ekonomi belum membaik, Adrianto mengatakan, pertumbuhan kinerja BIRD tahun depan setidaknya bisa sama dengan pertumbuhan tahun ini. Jika ekonomi membaik, kinerja BIRD bisa tumbuh seperti tahun-tahun sebelumnya. “Penambahan armada baru bisa lebih dari 1.700 unit,” kata dia.

Reza menilai, ekspansi BIRD tampak mulai berkurang. Biasanya, penambahan armada baru mencapai 2.500-3.000 unit setahun. Tahun ini, penambahan armada baru cuma 1.500 unit.

Reza menduga, tingkat pemanfaatan armada BIRD tahun depan hanya naik dari 73% di tahun ini menjadi 75%. Pendapatan diperkirakan tumbuh 13% Sedangkan laba bersih diperkirakan hanya naik 2,5% karena peningkatan beban bunga pinjaman untuk mendukung ekspansi dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Analis Buana Capital Michael Ramba, memperkirakan, pendapatan dan laba bersih BIRD tahun depan masih tumbuh 15%. Namun, layanan transportasi berbasis aplikasi akan membikin BIRD kesulitan merekrut supir baru sehingga ekspansi akan terhambat. “BIRD juga terkendala izin penggunaan armada Mobilio di beberapa daerah,” kata Michael.

Lantaran prospek suram, baik Michael maupun Reza memberikan rekomendasi jual untuk saham BIRD. Michael memasang target harga Rp 5.500 per saham sedangkan Reza menargetkan harga saham BIRD Rp 5.800 per saham. Rabu(18/11), harga saham BIRD masih Rp 6.350 per saham (lihat pergerakan harga saham BIRD).

  • TAXI
Tahun depan, David memperkirakan, kinerja TAXI setidaknya bisa tumbuh sesuai laju inflasi tahunan. TAXI tidak akan terlalu agresif menggenjot pertumbuhan kinerja lantaran sedang dalam konsolidasi. “Laba bersih per September turun karena ada biaya besar untuk promosi dan  biaya lini bisnis baru,” ujar David.

Meski hingga akhir September masih mencetak laba bersih, TAXI membukukan rugi bersih per kuartal III lalu sebesar Rp 21,4 miliar. Reza menilai, untuk mencetak profit, TAXI harus meningkatkan tingkat pemanfaatan armada menjadi minimal 85% dari posisi saat ini di kisaran 80%. Dengan begitu, pendapatan bisa mengimbangi beban yang dikeluarkan.

Tahun depan, Reza menduga, pendapatan TAXI hanya tumbuh 6%. Namun, TAXI hanya akan mencetak laba bersih

Rp 19 miliar. Menurut perhitungan Reza, valuasi harga saham TAXI saat ini cukup mahal. Kamis lalu (12/11), harga saham TAXI Rp 136 per saham. Dengan begitu, rasio laba bersih 2016 terhadap harga saham di kisaran 19,6 kali. Karena itu, Reza merekomendasikan jual untuk saham TAXI dengan target harga Rp 120 per saham.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee, menilai, kinerja TAXI memperoleh tekanan dari kenaikan harga suku cadang akibat pelemahan rupiah. Di sisi lain, Grup Rajawali sebagai pemegang saham mayoritas TAXI tengah membutuhkan banyak duit. Dibandingkan BIRD, kinerja TAXI juga bakal lebih tertekan. Karena itu, Hans memberikan rekomendasi jual untuk saham TAXI dengan target harga setahun sebesar Rp 181 per saham. 

Harga saham TAXI secara kumulatif mengalami penurunan signifikan. Pada 16 Oktober lalu, harga saham TAXI ditutup Rp 315 per saham. Sedangkan pada 12 November, harga saham TAXI anjlok menjadi Rp 136 per saham. Artinya, dalam waktu kurang dari satu bulan, harga saham TAXI melorot hingga 56,8% (lihat pergerakan harga saham TAXI). Karena itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan menghentikan sementara alias suspensi perdagangan saham TAXI sejak perdagangan sesi pertama pada 13 November lalu.

Jadi, siapkan payung sebelum  mendung menjadi hujan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: A.Herry Prasetyo