Transportasi Sumbang Polutan Terbesar, Pemerintah Perlu Lakukan Hal Ini



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga mengatakan kualitas udara Jakarta kembali buruk setelah penghentian kebijakan 75% work from home (WFH) bagi ASN yang bekerja di Ibu Kota.

Nirwono mengatakan setelah ASN kembali menjalankan tugas, moda transportasi pribadi yang menjadi sumber polutan terbesar kembali menumpuk di Jakarta. “Sektor transportasi sendiri diketahui menyumbang 44% untuk polusi udara di Ibu Kota,” katanya akhir pekan lalu. 

Jika dilihat pada website IQAir, pada Jumat 8 September 2023, indeks kualitas udara di Jakarta Kembali tinggi, bahkan di beberapa wilayah menyentuh angka 153 dengan indikasi tidak sehat. Angka tinggi tersebut diprediksi terjadi hingga beberapa hari mendatang. 


Baca Juga: Inilah 5 Penyebab Kendaraan Tak Lolos Uji Emisi

Untuk itu, Nirwono mengatakan pemerintah perlu segera merencanakan beberapa solusi untuk memperbaiki polusi udara yang disebabkan oleh sektor transportasi tersebut. “Pemerintah bisa memulai dengan menerapkan strategi jangka pendek.”

Antara lain, dengan membatasi pergerakan kendaraan pribadi seperti perluasan ganjil-genap untuk Jabodetabek bagi kendaraan pribadi, pengujian emisi, parkir elektronik progresif, serta membatasi mobilitas warga seperti Work From Home/WFH di kawasan jabodetabek bagi Aparatur Sipil Negara/ASN, swasta dan sekolah.

Adapun untuk strategi menengah dan panjang, Nirwono mengatakan agar pemerintah membangun transportasi umum hingga penyediaan infrastruktur bagi pejalan kaki. “Transportasi umum harus terpadu, mudah, murah, dan menjangkau seluruh wilayah Jabodetabek.”

Baca Juga: Sektor Transportasi Dinilai Jadi Pemicu Polusi Jakarta

Selain itu, harus ditunjang dengan penyediaan infrastruktur pejalan kaki yang terintegrasi. “Tak lupa, pengembangan kawasan berorientasi transportasi publik, serta pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan target 30%,” ujar Nirwono.

Pernyataan Nirwono tersebut sekaligus merespons penghentian sementara 4 PLTU Suralaya sebesar 1,6 GW yang ternyata tidak berpengaruh pada buruknya kualitas udara di Ibu Kota Jakarta. Menurut Nirwono, operasional PLTU bukan hanya pada pengendalian pencemaran udara dan pemantauan skala operasionalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli