TRAVIS Kalanick adalah gambaran miliarder muda khas Sillicon Valley. Masih muda, drop out dari bangku kuliah dan menemukan aplikasi jenius yang menghasilkan duit miliaran dollar Amerika Serikat (AS). Taksiran Forbes, di usia 38 tahun, Kalanick telah memiliki harta sebesar US$ 3 miliar. Dia adalah satu dari 11 miliarder muda AS yang memiliki harta melimpah di usia kurang dari 40 tahun. Kalanick tercatat sebagai miliarder terkaya peringkat 190 dari 400 miliarder di daratan AS. Siapa sangka, sebelum mendapat predikat miliarder, Kalanick pernah bangkrut dan dituntut hingga US$ 250 miliar? Kalanick dan perusahaannya, Uber Technologies Inc, adalah salah satu rising star di Sillicon Valley. Uber merupakan startup berbagi kendaraan (ride sharing) dengan valuasi mencapai US$ 18,2 miliar per Juni 2014. Secara sederhana, aplikasi Uber mempertemukan antara pengemudi dan penumpang. Jadi, penumpang bisa memesan kendaraan Uber lewat aplikasi. Penumpang juga bisa berbagi ongkos kendaraan dengan penumpang Uber lain yang terkoneksi lewat aplikasi Uber. Bahkan, semua orang di Uber bisa menjadi pengemudi Uber dengan cara mendaftarkan diri dan mobil.
Kalanick dan rekannya, Garrett Camp, mendirikan Uber pada tahun 2009 silam. Mengutip situs perusahaan, layanan berbagai kendaraan Uber telah merambah di 45 negara atau lebih dari 200 kota di seluruh dunia. Asal tahu saja, layanan Uber bahkan telah masuk pasar Jakarta pada Agustus 2014 lalu. Ide jenius Uber muncul seusai konferensi teknologi LeWeb tahun 2008. Seusai konferensi, Kalanick dan Camp kongkow sembari membicarakan nasib mereka di masa depan. Bisa dibilang, kala itu adalah masa kelam bagi keduanya sebagi pebisnis teknologi. Kalanick baru saja menjual Red Swoosh. Ini adalah starup penyedia layanan berbagai dokumen (file sharing). Kalanick menjual Red Swoosh kepada Akamai Technologies senilai US$ 19 juta. Senasib, Camp baru saja menjual StumbleUpon ke tangan Ebay. Mulai dari obrolan masa depan, keduanya bercerita tentang layanan taksi yang buruk di Los Angeles. Hingga pada suatu titik, Camp melontarkan ide membuat aplikasi untuk memesan limousine dengan murah dan instan. Ide ini kemudian berkembang menjadi layanan Uber seperti sekarang.