Tren asuransi meningkat saat pandemi, OJK sebut potensi insurtech makin besar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi mempercepat adaptasi masyarakat terhadap layanan digital. Termasuk bagi industri asuransi dengan kehadiran insurance technology (insurtech) yang memudahkan nasabah dari segi pelayanan saat pandemi.

Terlebih data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penetrasi industri asuransi nasional terus meningkat selama pandemi. Hingga Juli 2021, tingkat penetrasi asuransi mencapai 3,11%.

Angka ini meningkat dibandingkan akhir tahun 2020 yang mencapai 2,92%. Peningkatan ini ditandai dengan pertumbuhan premi yang dilaporkan oleh industri asuransi nasional. Kondisi ini bisa menjadi peluang bagi Asuransi untuk bertransformasi ke arah digital.


OJK juga mencatat total premi asuransi umum dan jiwa yang didistribusikan melalui digital (insurtech) sudah mencapai Rp 6 triliun per Juli 2021. Angka ini terhitung menyumbang porsi sebesar 3,94% terhadap total premi asuransi umum dan jiwa nasional.

Baca Juga: Perbankan ramai-ramai masuki bisnis PayLater, ini kisaran bunganya

Premi insurtech tersebut disalurkan melalui beberapa jalur, yaitu melalui pemasaran langsung senilai Rp 1,80 triliun, agen asuransi senilai Rp 3,14 triliun, bancassurance Rp 150 miliar, BUSB (perusahaan pembiayaan) senilai Rp 290 miliar, BUSB (lainnya) senilai Rp 70 miliar, dan pialang asuransi senilai Rp 540 miliar.

Menurut OJK, distribusi premi asuransi umum dan jiwa secara digital terus mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan bulan Mei dan Juni 2021. Deputi Direktur Pengawasan Asuransi 2 OJK Kristianto Andi Handoko mengungkapkan, bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan kesehatan semakin meningkat selama pandemi.

"Saya rasa ini (insurtech) akan meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan dan tentunya teman-teman di industri harus semakin memperbaiki terutama dari sisi teknologi informasi," ujar Andi secara virtual pada Rabu (16/9).

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody Dalimunthe melihat peluang dari insurtech akan semakin besar. Potensi tersebut turut didorong oleh beberapa hal, yakni pengguna internet di Indonesia yang semakin meningkat. Kemudian, masyarakat juga semakin memikirkan bagaimana cara memitigasi risiko yang lebih besar di masa pandemi.

Baca Juga: Mulai ekspansi, sejumlah bank ini tengah menyiapkan rencana akuisisi

Karena sifat insurtech yang berkaitan erat dengan teknologi, lanjut Dody, diharapkan literasi asuransi di masyarakat akan semakin meningkat. Selain itu ia juga berharap agar regulasi bisa menyesuaikan dengan perkembangan teknologi ke depan, agar industri asuransi bisa lebih kompetitif.

Direktur Allianz Life Indonesia, Bianto Surodjo menyarankan, jika ingin melakukan penjualan melalui platform digital, maka perusahaan asuransi harus terlebih dahulu memulai dengan produk yang relatif lebih sederhana.

"Kalau bicara tentang produk retail memang sedikit berbeda dari general insurance. Di Allianz, kami memanfaatkan platform digital yang populer di pasaran, baik platform Allianz sendiri, maupun platform asuransi seperti PasarPolis, platform e-commerce seperti Bukalapak, dan platform ride-hailing seperti Gojek," tambahnya.

Selain melakukan kolaborasi dengan pelaku usaha digital, selama ini Allianz juga menjangkau nasabah dengan produk-produk inovatif. "Bukan hanya channelnya, produk juga penting. Misalnya untuk driver GoJek kita luncurkan asuransi kesehatan dengan premi Rp2.300 per hari. Ini sangat sesuai dengan income para driver tersebut. Melalui kerja sama tersebut, akses terhadap customer akan lebih luas dengan waktu yang lebih singkat," tutup Bianto.

Baca Juga: Hingga semester I, hasil investasi industri asuransi jiwa masih tumbuh positif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati