KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas (XAU/USD) terus menunjukkan tren bullish yang kuat, dengan harga saat ini bergerak di sekitar US$ 2.720 per ons troi selama awal sesi Asia pada hari Senin (21/10). Harga emas terus menguat, setelah berhasil menembus level US$ 2.700 per ons troi yang merupakan level tertinggi sepanjang masa pada akhir pekan lalu, Jumat (18/10). Emas cetak harga tertinggi atau All Time High (ATH) dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, ketidakpastian pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), serta prospek pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral utama dunia. Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menganalisis, tren
bullish emas semakin menguat. Ini terlihat dari kombinasi indikator Moving Average yang terbentuk saat ini menunjukkan bahwa emas terus mendominasi tren
bullish. Baca Juga: Bumi Resources Minerals (BRMS) Optimistis Produksi Emas Capai 50.000 Ons Troi "Berdasarkan proyeksi teknikal, harga emas memiliki potensi untuk mencapai US$ 2.750, jika tren kenaikan ini berlanjut. Namun, jika terjadi pembalikan harga (reversal), ada kemungkinan harga turun kembali ke level psikologis US$ 2.700 sebagai target penurunan terdekatnya," ungkap Nugraha dalam risetnya, Senin (21/10). Nugraha menyebutkan, ada beberapa faktor utama yang mendorong harga emas terus naik. Pertama, ketegangan geopolitik di Timur Tengah semakin memanas setelah pengumuman Hizbullah yang berencana meningkatkan konflik dengan Israel.
Tonton: Harga Emas Antam Hari Ini Jalan Ditempat, Senin 21 Oktober 2024 Dimana, ketidakstabilan di kawasan tersebut mendorong arus investasi ke aset safe haven seperti emas, yang dipandang sebagai instrumen lindung nilai di tengah ketidakpastian global. Kedua, ketidakpastian seputar pemilihan presiden AS semakin memperkuat permintaan terhadap emas. Banyak investor yang mencari perlindungan dari kemungkinan fluktuasi pasar keuangan yang bisa terjadi menjelang pemilihan. Ketiga, ekspektasi akan penurunan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve juga menjadi faktor yang signifikan. Bank sentral AS telah menurunkan suku bunganya pada pertemuan bulan September, yang merupakan penurunan pertama dalam lebih dari empat tahun.
Baca Juga: Reli Berlanjut, Harga Emas Cetak Rekor Tertinggi di US$ 2.731,8 Per Ons Troi Menurut CME FedWatch Tool, peluang adanya pemotongan suku bunga tambahan sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan November mencapai lebih dari 90%. Penurunan suku bunga ini cenderung mendukung kenaikan harga emas, karena biaya peluang untuk menyimpan emas yang tidak menghasilkan bunga menjadi lebih rendah. Nugraha menambahkan, siklus pelonggaran moneter yang dilakukan oleh bank sentral utama dunia juga memberikan dukungan signifikan terhadap harga emas. Baru-baru ini, Bank Sentral Eropa (ECB) memutuskan untuk menurunkan suku bunga deposito sebesar 25 basis poin, yang merupakan penurunan kedua berturut-turut. Langkah tersebut menandai percepatan dalam siklus pelonggaran ECB, yang awalnya hanya diperkirakan akan memotong suku bunga sekali dalam satu kuartal. Percepatan siklus pelonggaran ini mendorong pedagang untuk mengantisipasi kebijakan serupa dari bank sentral lainnya, termasuk The Fed, sehingga memperkuat tren
bullish pada emas. Namun meskipun prospek
bullish untuk emas masih kuat, ada beberapa tantangan yang dapat membatasi kenaikan harga lebih lanjut. Salah satunya adalah kondisi ekonomi China yang lesu.
Nugraha menjelaskan, pada kuartal ketiga tahun ini, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tercatat sebesar 4,6% secara tahunan (YoY), sedikit di bawah target pemerintah yang berada di kisaran 5%. Melambatnya pertumbuhan ekonomi ini dapat berdampak negatif pada permintaan emas, mengingat China adalah konsumen emas terbesar di dunia. "Jika perekonomian China terus melambat, permintaan terhadap logam mulia ini mungkin akan terpengaruh, dan hal ini bisa menekan harga emas di pasar global," imbuh dia. Secara keseluruhan, Nugraha mengatakan, harga emas saat ini didukung oleh kombinasi faktor-faktor yang memperkuat tren
bullish, seperti ketegangan geopolitik, ketidakpastian politik di AS, serta prospek pelonggaran moneter lebih lanjut dari bank sentral. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi